Senin, 05 Juli 2021

Kebutuhan Desain Grafik Pada Aplikasi Web.

1. Jelaskan apa yang menjadi dasar penggunaan ragam layout website dalam membuat media visual berbasis web!

2. Jelaskan penggunaan berbagai macam format gambar pada desain grafis berbasis web! 

jawab

1. Layout atau tataletak desain diusahakan sesederhana mungkin, minimalisir elemenelemen yang tidak penting, maksimalkan whitespace (jarak antar elemen). Website dengan layout yang baik, mudah untuk dijelajahi, pengunjung mudah untuk menemukan sesuatu, dan dengan cepat menemukan apa yang dicarinya.Layout yang berantakan membuat pengunjung kesulitan dan membutuhkan waktu lebih lama untuk menemukan sesuatu. Penempatan yang tidak sesuai, point of interest yang menyesatkan, dan urutan tata letak yang acak, sangat tidak menguntungkan.

2.  -PNG sangat baik untuk dipergunakan pada kebanyakan web browser (IE6+ butuh sedikit sentuhan CSS untuk pengaturan transparansi). Format jenis ini sangat tepat untuk menyimpan grafik (ilustration) atau foto (kualitas tinggi)

- JPG adalah pilihan terbaik untuk menampilkan foto secara online, walau kualitasnya tidak sebagus PNG tetapi cukup bisa diterima mata manusia

- GIF sangat baik untuk menampilkan gambar grafik (jika tidak mau menggunakan PNG), tapi jangan ubah foto menjadi format GIF karena hasilnya tidak sedap dipandang mata

- BMP bisa dikategorikan sebagai gambar tidak terkompresi, tidak disarankan untuk 

penggunaan pada web (menghabiskan bandwidth)

Desain Grafis Pada Aplikasi Web

  1. Jelaskan hal-hal apa saja yang harus diperhatikan apabila ingin membuat media visual berbasis web!
  2. Berikan contoh hasil aplikasi desain grafis berbasis web!

jawab 

 1. - Penggunaan warna yang tepat

Warna sangat berpengaruh dalam sebuah desain. Seperti yang telah kita ketahui, masing masing warna memiliki karakter tersendiri, dan mecerminkan suasana tertentu. Skema warna (kombinasi warna) dalam desain harus bisa mewakili karakter yang diinginkan. Tetapi perlu diingat, kombinasi warna yang berlebihan akan mengalihkan pengunjung dari konten website.

- Teks yang mudah dibaca

Teks harus mudah dibaca, hal ini bisa dicapai dengan mengatur kontras warna teks dengan background. Selain itu penggunaan font yang tepat juga perlu diperhatikan, jenis font, ukuran font, style dan konsistensinya dalam desain. Selain itu pengaturan paragraf dan jarak antara teks dengan elemen lain juga perlu diperhatikan. Whitespace atau ruang kosong antar elemen harus harmonis. Semua hal tersebut bertujuan supaya Teks mudah dibaca.

- Desain visual yang harmonis

Image atau gambar secara visual merupakan unsur atau elemen utama dalam desain. Image bisa digunakan sebai pemanis, atau penyeimbang atau point of interest. Sebaiknya pemilihan image sesuai dengan keseluruhan tema dan karakter desain website. Komposisi image dengan elemen lain juga harus sesuai, adakalanya sebuah website membutuhkan image yang besar (hampir fullscreen) untuk memberi kesan tertentu, dan 13 dikombinasi dengan teks yang lebih kecil porsinya, ada pula website dengan komposisi teks yang lebih banyak dan image hanya sebagai unsur tambahan. Komposisi antara image dengan teks tergantung dari tema dan karakter yang ingin dibangun.Yang penting harus bijaksana dalam memilih, menempatkan, dan mengkomposisi image, dan yang tidak kalah penting adalah kualitas image itu sendiri. Hal lain yang harus menjadi pertimbangan adalah besarnya file. Kecepatan load sebuah halaman website sebagian besar ditentukan oleh besarnya ukuran file, terutama image, apalagi bagi kita di Indonesia yang kecepatan akses internetnya sebagian besar dibawah rata-rata.

- Layout yang Simpel

Layout atau tataletak desain diusahakan sesederhana mungkin, minimalisir elemenelemen yang tidak penting, maksimalkan whitespace (jarak antar elemen). Website dengan layout yang baik, mudah untuk dijelajahi, pengunjung mudah untuk menemukan sesuatu, dan dengan cepat menemukan apa yang dicarinya.Layout yang berantakan membuat pengunjung kesulitan dan membutuhkan waktu lebih lama untuk menemukan sesuatu. Penempatan yang tidak sesuai, point of interest yang menyesatkan, dan urutan tata letak yang acak, sangat tidak menguntungkan.

- Alur yang mudah dimengerti

Layout desain website harus bisa menuntun pengunjung dan mengarahkan mereka ke sesuatu yang kita inginkan, jadi kitalah yang menuntun alur perhatian pengunjung dari titik a, ke titik b, ke titik C, dan seterusnya, sehingga tujuan kita dan misi dari website bisa dicerna dengan baik oleh pengunjung. Hal ini tidaklah mudah, berbeda dengan media lain seperti televisi, dan koran, audience dalam kendali pemberi informasi, mereka menerima apa adanya dan pasif, dan tidak melakukan tindakan aktif untuk memilah. Sedangkan pada website, pengunjung memiliki kendali penuh, mereka aktif, dan oleh karena itu alur dari desain website harus jelas dan mudah dipahami agar pengunjung tidak frustasi menemukan apa yang mereka inginkan.

- Menu Navigasi yang jelas

Salah satu elemen penting yang juga wajib diperhatikan adalah navigasi atau menu. Menu navigasi adalah satu-satunya cara pengunjung berinteraksi dengan website. Ada banyak cara dan banyak desain menu navigasi, tetapi yang tidak boleh dilupakan adalah fungsi utamanya, sebagai alat interaksi pengunjung dengan website.Website bisa saja mempunyai beberapa menu/navigasi, bisa diatas pada header, atau pada sidebar, maupun dibawah pada footer. Tidak ada rumus yang mengharuskan dimana kita menempatkan menu, yang penting harus menyatu dengan alur dan layout  desain sebuah website


2. contoh nya adalah Website Amazon. Amazon merupakan situs transaksi jual beli terbesar di dunia. Amazon menawarkan banyak sekali produk, kategori, jenis barang dengan harga yang bervariatif. Untuk metode pembayaran yang digunakan menggunakan mata uang Dollar.  Website milik Amazon tentu memiliki penyimpanan atau database yang sangat besar untuk menampung berbagai jenis dan tipe data yang masuk setiap harinya. Perlu adanya penanganan khusus terkait pengelolaan web server dan aplikasi yang digunakan.

Selasa, 20 April 2021

tipografi

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan tipografi!
2. Jelaskan tentang prinsip tipografi!
3. Apa tujuan digunakannya tipografi?

1. TIPOGRAFI adalah suatu ilmu dalam memilih dan menata HURUF dengan pengaturan penyebarannya pada ruang-ruang yang tersedia, untuk menciptakan kesan tertentu, sehingga dapat menolong pembaca untuk mendapatkan kenyamanan membaca semaksimal mungkin.

2. ada 4 prinsip yaitu :

- legibility yaitu kualitas pada huruf membuat huruf tersebut dapat dibaca

- readibility yaitu huruf dengan memperhatikan hubungannya dengan huruf lain sehingga terbaca

- visibility yaitu kemampuan suatu huruf, kata, kalimat dalam suatu karya komunikasi visual dapat terbaca dalam jarak tertentu

- clarity kemampuan huruf-huruf dalam  karya desain dapat dibaca dan dimengerti oleh pengamat yang dituju

3. Berikut adalah beberapa tujuan tipografi antara lain yakni:

- Dapat membuat teks menjadi lebih menarik

- Untuk menghargai kontens dengan cara memaksimalkan penampilan konten tersebut

- Untuk memanjakan pembaca dengan memberikan pengalaman yang menarik dalam membaca teks

- Untuk panduan dalam membuat katya desain

- dapat menimbulkan kesan yang dalam oleh penikmatnya, apabila komponen huruf yang telah tertata dengan sempurna harus juga didukung dengan warna yang menarik

- Dapat menambah suasana yang indah serta mendukung sebuah bisnis.

- Dapat mendulang rupiah serta dapat menarik konsumen dalam perbisnisan.

Selasa, 13 April 2021

Pengaplikasian Desain Pemodelan Grafik

1. Jelaskan faktor-faktor apa saja yang menjadi dasar penggunaan komunikasi visual dalam kehidupan sehari-hari!

2. Berikan contoh dan jelaskan pengaplikasian desain pemodelan grafik dalam bidang pendidikan!

3. Apa keuntungan dan kerugian digunakannya model komunikasi visual? Jelaskan!


jawab

1. faktor lingkungan, faktor zaman

2. Dalam bidang yang satu ini kegunaan Desain Pemodelan Grafis sangat berguna. Grafik komputer pada pendidikan digunakan untuk mempresentasikan objek-objek pada siswa secara nyata,dapat melalui power point ataupun software lainnya. Dengan penggunaan bentuk objek ini diharapkan siswa lebih nyata dalam menerima semua materi yang telah diajarkan,tidak hanya teori saja tetapi sudah melihat bentuk dan simulasinya. contohnya pembuatan presentasi menggunakan powerpoint

3. keuntungan nya dapat memudahkan kita melihat sebuah komunikasi secara visual dengan menggunakan indra penglihatan sedangkan kerugian nya tidak bisa dirasakan oleh indra lain nya

Senin, 13 Juli 2020

audit log

audit log adalah sebuah catatan audit yang secara terstruktur dan masing masing berisi bukti yang berkaitan dan menghasilkan sebuah pelaksanaan sebuah proses bisnis atau sebuah fungsi sistem

AUDIT SISTEM INFORMASI AKADEMIK MENGGUNAKAN FRAMEWORK COBIT 4.1 (STUDI KASUS IBI DARMAJAYA)
Neni Purwati Fakultas Ilmu Komputer, Informatics & Business Institute Darmajaya Jl. Z.A Pagar Alam No 93, Bandar Lampung - Indonesia 35142 Telp. (0721) 787214 Fax. (0721)700261 e-mail : nenipurwati87@yahoo.com / nenipurwati87@darmajaya.co.id
ABSTRACT 
Academic Information System Management that is not managed properly will result in low quality of service, low levels of customer satisfaction / student, so it can affect the level of stakeholder confidence in the institutions. The foregoing can be addressed by monitoring / evaluation periodically the implementation SIAKAD. With the monitoring of the implementation process SIAKAD expected to improve any shortcomings and weaknesses of the current system become better and in accordance with business objectives institutions. Methods used are the stages of auditing information systems, namely : Planning, Fieldwork, Reporting, Follow-up. Tool use is Framework COBIT (Control Objectives for Information and Related Technology) issued by ISACA (Information Systems Audit and Control Association). Based on the result of the calculation on any IT processes contained in the domain of Planning and Organization (PO) and Delivery and Support (DS) normally located at level 3 (defined process), so that the whole IT can achieve the level of desired doneness (expected maturity level) in level 4 (manage) then all procedures required in each process should be met. To achieve level 4 (manage) then each IT process must have a written standard procedures and communicated to all parties involved in the academic information system, that is to the managers and users of the system. Such procedures should be documented and updated periodically. From the results of the gap between the maturity level of IT governance is now at a level of maturity to be achieved, it is known in the domain PO and DS priority repairs done at the PO7 (managing IT human resources). Keywords: Audit, Information Systems, COBIT 4.1 ABSTRAK Pengelolaan Sistem Informasi Akademik yang tidak terkelola dengan baik akan berdampak pada rendahnya kualitas layanan, rendahnya tingkat kepuasan pelanggan/mahasiswa, sehingga dapat mempengaruhi tingkat kepercayaan stakeholder terhadap institusi. Hal tersebut di atas dapat diatasi dengan pemantauan/evaluasi secara periodik terhadap pelaksanaan SIAKAD. Dengan adanya pemantauan terhadap proses pelaksanaan SIAKAD Neni Purwati Jurnal Informatika, Vol. 14, No. 2, Desember 2014 Informatics and Business Institute Darmajaya 135 Neni Purwati Informatics & Business Institute Darmajaya Jurnal Informatika, Vol.14, No. 2, Bulan Desember 2014 Neni Purwati Informatics & Business Institute Darmajaya Jurnal Informatika, Vol.14, No. 2, Bulan Desember 2014 diharapkan dapat memperbaiki segala kekurangan dan kelemahan sistem yang sedang berjalan menjadi lebih baik lagi dan sesuai dengan tujuan bisnis institusi. Metode Penelitian yang digunakan adalah tahapan mengaudit sistem informasi yaitu : Perencanaan (Planning), Pemeriksaan Lapangan (Fieldwork), Pelaporan (Reporting), Tindak Lanjut (Follow Up). Tool yang digunakan adalah Framework COBIT (Control Objectives for Information and Related Technology) yang dikeluarkan oleh ISACA (Information System Audit and Control Association). Berdasarkan Hasil perhitungan pada setiap proses TI yang terdapat dalam domain Planning and Organization (PO) dan Delivery and Support (DS) pada umumnya berada di level 3 (defined process), agar seluruh TI dapat mencapai tingkat kematangan yang diinginkan (expected maturity level) di level 4 (manage) maka semua prosedur yang disyaratkan di tiap proses harus dipenuhi. Untuk mencapai level 4 (manage) maka setiap proses TI harus memiliki prosedur baku dan tertulis yang disosialisasikan ke semua pihak yang terlibat dalam sistem informasi akademik, yaitu kepada pengelola dan pengguna sistem. Prosedur tersebut harus didokumentasikan dan di-update secara berkala. Dari hasil gap antar tingkat kematangan tata kelola TI saat ini dengan tingkat kematangan yang ingin dicapai, diketahui pada domain PO dan DS prioritas perbaikan dilakukan pada PO7 (mengelola sumber daya manusia TI). Kata Kunci : Audit, Sistem Informasi, COBIT 4.1 1. PENDAHULUAN IBI Darmajaya merupakan perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan menggunakan teknologi informasi, sehingga dibutuhkan penggunaan TI yang mendukung guna mencapai rencana dan strategi bisnis IBI Darmajaya. Sebagai perguruan tinggi yang memberikan jasa pendidikan, maka sistem informasi akademik (SIAKAD) memiliki fungsi yang cukup penting dan merupakan salah satu pendukung dari pencapaian sasaran tersebut. SIAKAD merupakan sebuah sistem yang dikembangkan untuk mendukung manajemen terhadap jalannya suatu proses administrasi dan operasional. SIAKAD IBI Darmajaya terdiri dari registrasi mahasiswa baru, penjadwalan, pengisian KRS, pengelolaan administrasi perkuliahan, nilai mahasiswa, presensi mahasiswa dan dosen mengajar, dan lain sebagainya. Pengelolaan Sistem Informasi Akademik yang tidak terkelola dengan baik akan berdampak pada rendahnya kualitas layanan, rendahnya tingkat kepuasan pelanggan/mahasiswa, sehingga dapat mempengaruhi tingkat kepercayaan stakeholder terhadap institusi. Dengan demikian sangat diperlukan untuk memantau pelaksanaan SIAKAD yang sedang berjalan untuk memastikan bahwa pelaksanaan tersebut telah mendukung tujuan bisnis institusi. Hal tersebut di atas dapat diatasi dengan pemantauan/evaluasi secara periodik terhadap pelaksanaan SIAKAD. Salah satu tool yang dapat Jurnal Informatika, Vol. 14, No. 2, Desember 2014 Neni Purwati 136 Informatics and Business Institute Darmajaya Neni Purwati Informatics & Business Institute Darmajaya Jurnal Informatika, Vol.14, No. 2, Bulan Desember 2014 digunakan adalah Framework COBIT. Dengan adanya pemantauan terhadap proses pelaksanaan SIAKAD diharapkan dapat memperbaiki segala kekurangan dan kelemahan sistem yang sedang berjalan menjadi lebih baik lagi dan sesuai dengan tujuan bisnis institusi. 1.1 Tata Kelola TI dan Sistem Informasi Akademik 1.1.1 Pengertian Tata Kelola Teknologi Informasi Sebelum membahas tentang tata kelola TI akan dikemukan terlebih dulu tentang definisinya. Definisi/pengertian tentang tata kelola TI yang diambil dari IT Governance Institute adalah sebagai berikut (IT Governance Institute, 2007) : “Tata kelola TI didefinisikan sebagai tanggungjawab eksekutif dan dewan direktur yang terdiri atas kepemimpinan struktur organisasi serta proses-proses yang memastikan TI perusahaan mendukung dan memperluas secara obyektif dalam strategi organisasi”. 1.1.2 Sistem Informasi Akademik Sistem Informasi Akademik (SIAKAD) IBI Darmajaya adalah sistem informasi yang digunakan untuk menyediakan informasi bagi kegiatan akademik terdiri dari registrasi mahasiswa baru, penjadwalan, pengisian KRS, pengelolaan administrasi perkuliahan, nilai mahasiswa, presensi mahasiswa dan dosen mengajar, dan lain sebagainya. 1.2 Area Fokus Tata Kelola Teknologi Informasi Menurut Information Technologi Governance Institute (ITGI, 2005), terdapat 5(lima) area penting yang menjadi fokus dalam tata kelola TI yaitu keselarasan strategi bisnis dan strategi TI, penyampaian nilai TI, manajemen resiko, pengukuran kinerja dan manajemen sumber daya TI. Setiap area ini mempunyai standar pengaturan yang diuraikan dalam panduan COBIT (Control Objectives for Information and Technologi). Hubungan kelima area ini dapat di jelaskan dari area fokus pengelolaan TI adalah sebagai berikut : 1. Strategic Alignment Area ini fokus untuk memastikan adanya keterkaitan antara bisnis dengan perencanaan TI. Mendefinisikan, memelihara dan memvalidasi nilai penggunaan TI dalam perusahaan. Menyelaraskan penggunaan TI dengan operasional perusahaan. 2. Value Delivery Area ini fokus pada penerapan TI yang harus memberikan nilai tambah sejalan dengan strategi Neni Purwati Jurnal Informatika, Vol. 14, No. 2, Desember 2014 Informatics and Business Institute Darmajaya 137 Neni Purwati Informatics & Business Institute Darmajaya Jurnal Informatika, Vol.14, No. 2, Bulan Desember 2014 Neni Purwati Informatics & Business Institute Darmajaya Jurnal Informatika, Vol.14, No. 2, Bulan Desember 2014 bisnis perusahaan. 3. Resource Management Area ini fokus pada optimalisasi manajemen sumber daya TI, aplikasi, informasi, infrastruktur dan sumber daya manusia, dimana kunci utamanya adalah knowledge dan infrastruktur. 4. Risk Management Area ini fokus pada memahami resiko-resiko yang akan dihadapi oleh perusahaan dalam penerapan TI, sehingga dapat mengatasi dampak yang ditimbulkan olehnya. 5. Performance Measurement Area ini fokus pada memonitor penerapan strategi, kelengkapan proyek, penggunaan sumber daya, dan layanan lainnya, agar sesuai dengan tujuan dari perusahaan. 1.3 Tujuan Audit Apabila dilihat dari definisi-definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa tujuan audit sistem informasi adalah untuk menilai apakah pengendalian sistem informasi telah dapat memberikan keyakinan yang memadai atas beberapa faktor berikut : a. Time (waktu) Menitikberatkan pada waktu penyimpanan/pencarian data yang ada dalam sistem informasi b. Accuracy (Ketepatan) Menitikberatkan pada ketepatan penggunaan / pengolahan data yang terdapat dalam system informasi c. Correctness (Kebenaran) Menitikberatkan pada kebenaran data yang terdapat dalam system informasi yang digunakan. d. Pengamanan Aset Aset teknologi informasi mencakup perangkat keras, perangkat lunak, fasilitas teknologi informasi, personil, file data, dokumentasi sistem, dan perangkat lain. Pengamanan aset yang dimaksudkan adalah sejauh mana teknologi informasi dapat memberikan jaminan kerahasian dan ketersedian layanan informasi . e. Integritas Data Integritas data merupakan konsep dasar audit sistem informasi. Integritas data berarti data memiliki atribut kelengkapan, baik dan dipercaya, kemurnian, dan ketelitian. Integritas data tidak dapat lepas dari pengorbanan biaya. Apabila organisasi tidak dapat menjaga integritas data. Keputusan maupun langkah-langkah penting di organisasi salah sasaran karena tidak didukung data yang benar. Jurnal Informatika, Vol. 14, No. 2, Desember 2014 Neni Purwati 138 Informatics and Business Institute Darmajaya Neni Purwati Informatics & Business Institute Darmajaya Jurnal Informatika, Vol.14, No. 2, Bulan Desember 2014 f. Efektifitas Sistem informasi dikatakan efektif apabila sistem tersebut dapat mencapai tujuannya. Untuk menilainya, diperlukan upaya untuk mengetahui kebutuhan penguna sistem tersebut. Selanjutnya untuk menilai apakah sistem menghasilkan laporan atau informasi yang bermanfaat bagi user, seorang auditor perlu untuk mengetahui karakteristik user berikut proses pengambilan keputusannya. g. Efisiensi Suatu sistem sebagai fasilitas pemrosesan informasi dikatakan efisien jika ia menggunakan sumber daya seminimal mungkin untuk menghasilkan output yang dibutuhkan. Pada kenyataannya, sistem informasi menggunakan berbagai sumber daya seperti mesin dan segala perlengkapannya, perangkat lunak, sarana komunikasi, dan tenaga kerja yang mengoperasikan sistem tersebut. h. Availability Menitikberat pada ketersediaan data / informasi yang dibutuhkan dalam system informasi i. Compliance Menitikberatkan pada kesesuaian data informasi yang terdapat pada sistem informasi yang ada. j. Reliabilty Menitikberatkan pada kemampuan / ketangguhan sistem informasi dalam pengelolaan data / informasi. 1.4 Tahapan Audit Terdapat beberapa fase/tahapan proses audit sistem informasi. Banyak pendapat pakar mengenai fase proses audit tersebut diantaranya pendapat Galegos Cs. Audit and Control of Information Systems yaitu : 1. Perencanaan (Planning) Tahapan perencanaan, sebagai suatu pendahuluan, mutlak perlu dilakukan agar auditor mengenal benar objek yang akan diperiksa. Selain itu auditor dapat memastikan bahwa qualified resources sudah dimiliki, dalam hal ini aspek SDM yang berpengalaman dan juga referensi praktik-praktik terbaik (best practices). Tahapan perencanaan ini akan menghasilkan suatu program audit yang didesain sedemikian rupa, sehingga pelaksanaannya akan berjalan efektif dan efisien, dan dilakukan oleh orang-orang yang kompeten, Neni Purwati Jurnal Informatika, Vol. 14, No. 2, Desember 2014 Informatics and Business Institute Darmajaya 139 Neni Purwati Informatics & Business Institute Darmajaya Jurnal Informatika, Vol.14, No. 2, Bulan Desember 2014 Neni Purwati Informatics & Business Institute Darmajaya Jurnal Informatika, Vol.14, No. 2, Bulan Desember 2014 serta dapat diselesaikan dalam waktu sesuai yang disepakati. 2. Pemeriksaan Lapangan (Fieldwork) Dalam pelaksanaannya, auditor TI mengumpulkan bukti-bukti yang memadai melalui berbagai teknik termasuk survei, interview, observasi dan review dokumentasi (termasuk review source-code bila diperlukan) 3. Pelaporan (Reporting) Persiapan (preparation). Pada tahap persiapan, auditor mulai mengembangkan temuan-temuan audit, menggabungkan temuantemuan tersebut menjadi sebuah laporan yang logis, serta menyiapkan bukti-bukti pendukung dan dokumentasi yang diperlukan tindak lanjut. 4. Tindak Lanjut (Follow Up) Setelah melaporkan temuan dan membuat rekomendasi audit, Auditor IT mengevaluasi berbagai informasi yang relevan dan memastikan tindak lanjut temuan telah dilaksanakan oleh manajemen tepat pada waktunya. 1.5 COBIT COBIT (Control Objective for Information and Related Technology) menurut IT Governance Institute adalah sekumpulan dokumentasi best practices untuk IT Governance yang dapat membantu auditor, manajemen, dan pengguna (user) untuk menjembatani gap antara resiko bisnis, kebutuhan kontrol dan permasalahan teknis. COBIT berorientasi pada bagaimana menghubungkan tujuan bisnis dengan tujuan TI, menyediakan metric dan maturity model untuk mengukur pencapaiannya, dan mengidentifikasi tanggung jawab terkait bisnis dan pemilik proses TI. Penilaian capability process berdasarkan maturity model COBIT merupakan bagian penting dari implementasi IT Governance setelah mengidentifikasi proses kritis TI dan pengendaliannya, maturity model memungkinkan gap teridentifikasi dan ditujukan pada manajemen. Dengan mengetahui gap tersebut maka selanjutnya rencana kerja dapat dikembangkan untuk membawa proses ini sampai dengan sasaran capability level yang diharapkan. Dengan demikian, COBIT mendukung pengelolaan TI dengan menyediakan kerangka untuk memastikan bahwa : 1. TI berjalan sesuai dengan tujuan bisnis 2. TI memungkinkan bisnis dan memakismalkan keuntungan 3. Sumber daya TI digunakan secara bertanggung jawab Jurnal Informatika, Vol. 14, No. 2, Desember 2014 Neni Purwati 140 Informatics and Business Institute Darmajaya Neni Purwati Informatics & Business Institute Darmajaya Jurnal Informatika, Vol.14, No. 2, Bulan Desember 2014 4. Resiko TI dikelola dengan tepat. COBIT terdiri dari 34 control objective (tujuan pengendalian) yang tercermin dalam 4 domain antara lain : 1. Planning and Organisation (PO) 2. Acquitition and Implementation (AI) 3. Deliver and Support (DS) 4. Monitoring and Evaluation (ME) 1.5.1 Struktur COBIT Struktur COBIT terdiri dari Excetive Summary, yang didukung dengan perangkat implementasi, kemudian framework yang dijabarkan menjadi 3 bagian yaitu Management Guidelines, Audit Guidelines, Detailed Control Objectives. Untuk Management Guidelines terdapat 4 indikator pengukuran yaitu Maturity Models, Control Success Faktor, Key Goal Indicators, dan Key Performance Indicators. Sedangkan Detailed Control Objectives dijabarkan dalam beberapa Control Practice. Struktur COBIT dapat dilihat pada gambar : Gambar 2.1 Struktur COBIT (COBIT Audit Guideline, 2000) 1.5.2 Kerangka Kerja COBIT Keseluruhan kerangka kerja COBIT dapat dilihat pada gambar, COBIT Proses model dari empat domain mengandung 34 proses generik, yang mengelola IT Resources untuk memberikan informasi pada bisnis sesuai dengan kebutuhan bisnis dan tata kelola. Keempat Domain tersebut dapat pula digambarkan dalam bentuk gambar dibawah ini yang juga terdapat 34 High level objectives dan 6 Publikasi. Gambar 2.2. Overal COBIT Framework (ITGI,2007) Neni Purwati Jurnal Informatika, Vol. 14, No. 2, Desember 2014 Informatics and Business Institute Darmajaya 141 Neni Purwati Informatics & Business Institute Darmajaya Jurnal Informatika, Vol.14, No. 2, Bulan Desember 2014 Neni Purwati Informatics & Business Institute Darmajaya Jurnal Informatika, Vol.14, No. 2, Bulan Desember 2014 1.5.3 Maturity Model Maturity model dimaksudkan untuk mengetahui keberadaan persoalan yang ada dan bagaimana menentukan prioritas peningkatan. Tingkat maturity dirancang sebagai profile proses TI, sehingga organisasi akan dapat mengenali sebagai deskripsi kemungkinan keadaan sekarang dan yang akan datang. Penggunaan maturity model yang dikembangkan untuk setiap 34 proses TI dari COBIT, memungkinkan manajemen dapat mengidentifikasi : a. Kinerja aktual dari perusahaan di mana posisi perusahaan saat ini b. Status industri saat ini perbandingan c. Target perbaikan bagi perusahaan ke mana perusahaan ingin dibawa d. Jalur pertumbuhan yang diperlukan antara “as-is” dan “to be”. Maturity level model ini dapat digunakan untuk menganalisa kematangan tata kelola teknologi informasi suatu organisasi. Bila optimalisasi dilakukan dalam proses pengelolaan sumber daya teknologi informasinya, maka akan semakin tinggi juga tingkat kematangan yang diperoleh. Selain keenam tingkat tersebut, tingkat kedewasaan atau kematangan disusun oleh atribut-atribut sebagai berikut : 1. Awareness and Communication (AC) 2. Policies, Standards and Procedures (PSP) 3. Tools and Automation (TA) 4. Skills and Expertise (SE) 5. Responsibility and Accountability (RA) 6. Goal Setting and Measurement (GSM) Model pengukuran maturity dibuat berdasarkan COBIT terdiri dari : 1. Critical Success Factors (CSF). CSF adalah merupakan kumpulan hal-hal yang harus ada atau aktifitas-aktifitas yang harus dilakukan untuk memastikan keberhasilan setiap proses untuk mencapai tujuannya. 2. Key Goal Indicators (KGI). KGI adalah ukuran yang digunakan untuk menunjukkan pencapaian tujuan dari kendali yang diterapkan pada setiap proses TI. Menentukan ukuran yang mengarahkan manajemen setelah fakta apakah proses TI telah mencapai kebutuhan bisnisnya, biasanya digambarkan atas kriteria informasi : - Ketersediaan informasi diperlukan untuk mendukung kebutuhan bisnis - Ketiadaan atau kekurangan integritas dan resiko kerahasiaan - Efisiensi biaya dan operasi Jurnal Informatika, Vol. 14, No. 2, Desember 2014 Neni Purwati 142 Informatics and Business Institute Darmajaya Neni Purwati Informatics & Business Institute Darmajaya Jurnal Informatika, Vol.14, No. 2, Bulan Desember 2014 - Konfirmasi reliabilitas - Efektivitas dan pemenuhan 3. Key Performance Indicators (KPI). KPI merupakan ukuran yang digunakan untuk menunjukkan kinerja setiap proses TI. Menetapkan ukuran untuk menentukan bagaimana proses TI dilaksanakan dengan baik yang memungkinkan tujuan tersebut tercapai. Secara singkat dapat diuraikan sebagai berikut : - CSF, untuk mendapatkan proses dalam pengendalian - KGI, untuk memantau pencapaian tujuan proses - KPI, untuk memantau kinerja dalam setiap proses. Identifikasi CSF untuk setiap proses dilakukan melalui pemilihan CSF generic dari setiap proses dan membandingkannya dengan tingkat kematangan 4 pada model maturity COBIT, sehingga akan diperoleh CSF yang tepat untuk mendukung setiap proses berada di tingkat kematangan ideal yang diharapkan. Selanjutnya CSF tersebut kemudian digunakan sebagai acuan untuk menentukan kriteria pengukuran kinerja (KGI dan KPI) bagi setiap proses berjalan secara terkendali sehingga memberikan jaminan bahwa tujuan pada setiap proses dapat tercapai. Gabungan dari Faktor Sukses Kritis (CSF), Indikator Tujuan (KGI) dan Indikator Kinerja (KPI) dalam sebuah proses akan membentuk proses tersebut. 1.6 Teknik Pengolahan Data 1.6.1 Menentukan Jumlah Responden/ Sampel Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristikyang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, maka peneliti menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul representatif (mewakili). Sampel minimal Rumus : d N P Q N P Q s ( )1 .. . .. 2 2 2      Keterangan : λ 2 dengan dk = 1, taraf kesalahan bias 1%, 5%, 10% P = Q = 0,5 d = 0,05 s = jumlah sampel 1.6.2 Menentukan sampel yang terpilih dari jumlah sampel terpilih Pada penelitian ini diperlukan pengambilan data melalui kuisioner yang akan disebarkan dan memerlukan Neni Purwati Jurnal Informatika, Vol. 14, No. 2, Desember 2014 Informatics and Business Institute Darmajaya 143 Neni Purwati Informatics & Business Institute Darmajaya Jurnal Informatika, Vol.14, No. 2, Bulan Desember 2014      λ Neni Purwati Informatics & Business Institute Darmajaya Jurnal Informatika, Vol.14, No. 2, Bulan Desember 2014 responden yang akan diminta mengisi kuisioner tersebut sesuai pertanyaan yang akan diajukan terkait kasus yang diteliti berdasarkan standar COBIT versi 4.1. yang bertujuan untuk mendapatkan informasi secara tertulis dari responden mengenai tata kelola yang ada di IBI Darmajaya. Sebuah sampel dibutuhkan dalam penelitian dikarenakan tidak mungkin memeriksa semua populasi untuk diteliti karena keterbatasan waktu, tenaga dan biaya. Metode pengambilan sampel dapat dikelompokan menjadi dua bagian, yaitu sampel probabilitas (Probability Sampling) dan sampel non Propabilitas (nonprobability Sampling), Metode penarikan sampel probabilitas adalah suatu metode yang memberikan kesempatan sama terhadap anggota populasi untuk menjadi sampel. Sedangkan metode penarikan sampel non probabilitas yaitu tidak setiap anggota populasi memiliki probabilitas yang sama. Secara skematis metode pengambilan sampel dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar 2.3. Metode Penarikan Sampel Dari jumlah sampel terpilih ditentukan sampel terpilih dengan menggunakan metode Probabilitas dengan teknik Penarikan Sampel secara Cluster (Cluster Sampling). (Suharyadi, Suyanto SK, 2011). Penarikan Cluster adalah teknik memilih sampel dari kelompok-kelompok unit-unit yang kecil (clister) dari sebuah populasi yang relative besar dan tersebar luas. Anggota dalam setiap kluster bersifat tidak homogeny berbeda dengan anggota dalam penarikan terstruktur. Anggota kluster mirip dengan anggota populasi namun dalam jumlah yang lebih kecil. Teknik sampling daerah ini sering digunakan melalui dua tahap yaitu : 1. Menentukan sampel Jurusan dari populasi Metode Penarikan Sampel Sampel Probabilitas (Probability Sampling) 1. Penarikan Sampel Acak sederhana (Simple Random Sampling) 2. Penarikan Sampel Acak terstruktur (Stratified random Sampling) 3. Penarikan Sampel Cluster (Cluster Sampling) 1. Penarikan Sampel Sistematis (Systematic Sampling) 2. Penarikan Sampel Kuota (Kuota Sampling) 3. Penarikan Sampel Purposive (Purposive Sampling) Sampel Nonprobabilitas (Nonprobability Sampling) Jurnal Informatika, Vol. 14, No. 2, Desember 2014 Neni Purwati 144 Informatics and Business Institute Darmajaya Neni Purwati Informatics & Business Institute Darmajaya Jurnal Informatika, Vol.14, No. 2, Bulan Desember 2014 2. Menentukan mahasiswa yang ada pada jurusan tersebut secara sampling . Setelah sampel di cluster dilakukan pemilihan dengan teknik sampling purposive dengan pertimbangan sampel sumber datanya hanya pada mahasiswa yang pintar saja (IPK minimal 3,00). 1.6.3 Teknik Analisa Data Statistik Kegiatan dalam analisis data statistik adalah mengelompokkan data berdasarkan variable dan jenis responden. Mentabulasi data berdasarkan variable dari seluruh responden, menyajikan data tiap variable yang diteliti, melakukan perhitungan untuk menguji keakuratan dan kebenaran data. Penelitian ini menggunakan teknik analisis data secara kuantitatif serta menggunakan teknik statistik deskriptif dengan hasil penyajian berupa tabel dan ukuran rata-rata kuisioner. 1.6.4 Instrumentasi Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan mengacu skala pada maturity model yaitu skala 1 – 5 berupa jawaban sangat tidak setuju (STS), tidak setuju (TS), netral (N), setuju (S) dan setuju sekali (SS). Penelitian yang akan dilakukan menggunakan instrument kuisioner yang mengacu pada COBIT versi 4.1 (ITGI 2007), dengan domain yang akan digunakan adalah proses PO2, PO7, PO8 dan DS10, DS11. 1.6.5 Indikator Kuisioner Sesuai metode COBIT pada proses PO2, PO7, PO8 dan DS10, DS11 memiliki aktivitas sebagai indikator yang akan diterapkan dalam kuisioner sebagai berikut : PO 2 Mendefinisikan Arsitektur Informasi (Define the Information Architecture)  PO2.1. Informasi Arsitektur Model  PO2.2. Peraturan Kamus Data Perusahaan dan Data Perintah  PO2.3. Pengelolaan Skema Klasifikasi Data  PO2.4. Tingkat Keamanan PO 7 Mengelola Sumber Daya Manusia (Manage Human Resources)  PO7.2. Personil Kualifikasi  PO7.3. Peran dan Tanggung Jawab  PO7.7. Evaluasi Kinerja Kerja Karyawan PO 8 Mengelola Kualitas (Manage Quality)  PO8.1. Sistem manajemen Mutu  PO8.2. Standar IT dan Praktik Kualitas Neni Purwati Jurnal Informatika, Vol. 14, No. 2, Desember 2014 Informatics and Business Institute Darmajaya 145 Neni Purwati Informatics & Business Institute Darmajaya Jurnal Informatika, Vol.14, No. 2, Bulan Desember 2014  PO8.3. Pengembangan dan akuisisi standar  PO8.4. Fokus pada pelanggan  PO8.5. Kegiatan yang berkelanjutan  PO8.6. Pengukuran kualitas, pemantauan dan review DS 10 Mengelola Permasalahan (Manage Problem)  DS 10.1 Permintaan layanan dan kebutuhan informasi.  DS 10.2 Kecenderungan pengawasan dan pelaporan. DS 11 Mengelola Data (Manage Data)  DS 11.1 Kebijakan dan prosedur yang ada untuk pengelolaan data yang didasarkan pada kebutuhan bisnis.  DS 11.2 Pertukaran dan pengelolaan penyimpanan data  DS 11.3 Peralatan dan keamanan pembuangan data yang tidak terpakai  DS 11.4 Data yang mendukung dan restorasi yang teruji 1.7 Deskripsi Sistem Informasi Akademik Manajemen IBI DARMAJAYA menyadari penggunaan teknologi informasi mendukung jalannya proses bisnis organisasi maupun meningkatkan informasi yang digunakan. Pemantapan sistem tata kelola dan sumber daya yang tersedia pada umumnya sudah menggunakan TI yang ada serta dapat mengolah data yang dibutuhkan sehingga menghasilkan informasi yang berguna bagi setiap pengguna. Sumber daya yang perlu dikelola oleh organisasi, yaitu: 1. Informasi. Informasi diperoleh dari hasil pengelolaan data. Data yang ada berkaitan dengan sistem informasi layanan akademik dapat digunakan oleh seluruh bagian yang terkait dalam organisasi tersebut. Data yang telah diperoleh belum diolah secara maksimal karena belum terdapat suatu manajemen formal yang mengatur bagaimana sebaiknya pengelolaan data tersebut. Hal ini terkait dengan belum terintegrasinya basis data yang digunakan sebagai server data, sehingga terdapat redudansi data. 2. Infrastruktur. Infrastruktur meliputi fasilitas maupun teknologi yang ada pada organisasi sebagai pendukung dalam melakukan fungsi bisnis utamanya. teknologi yang digunakan pada umumnya sudah mengikuti perkembangan teknologi saat ini dan memiliki standar baku dalam penggunaannya sehingga dapat membantu pengguna dalam memperoleh informasi yang Jurnal Informatika, Vol. 14, No. 2, Desember 2014 Neni Purwati 146 Informatics and Business Institute Darmajaya Neni Purwati Informatics & Business Institute Darmajaya Jurnal Informatika, Vol.14, No. 2, Bulan Desember 2014 berkualitas. 3. Sistem aplikasi. Sistem aplikasi yang ada sudah memiliki standar operasi atau prosedur yang baku dalam penggunaannya. Namun yang menjadi kendala adalah sistem aplikasi yang ada belum terintegrasi secara menyeluruh, karena masih adanya pandangan dimana masing-masing bagian kerja hanya menangani sistem informasi yang berkaitan dengan bagian kerjanya saja serta belum terhubungnya sistem basis data yang digunakan. 4. Manusia. Sumber daya manusia pada organisasi sebagian besar dapat memahami dan menggunakan aplikasi yang ada serta teknologi yang tersedia, dikarenakan setiap penggunaan TI yang baru, maka organisasi akan mengadakan pelatihan terhadap penggunaannya, tetapi penjadwalan tentang pelaksanaan pelatihan belum terstruktur dengan baik sehingga masih ada beberapa staf yang belum memahami tahap-tahap dalam menyelesaikan permasalahan. II. METODE PENELITIAN 2.1. Perencanaan (Planning) Melakukan studi literatur dan menganalisa terhadap dokumen IBI Darmajaya yang berkaitan dengan Visi & Misi, sasaran atau tujuan, rencana strategis, serta kebijakan-kebijakan yang terkait dengan pengelolaan investasi TI IBI Darmajaya. Pada tahap ini penelitian difokuskan pada Sistem Informasi Akademik yang ada di IBI Darmajaya antara lain : 1. Aplikasi penerimaan mahasiswa baru (PMB) Merupakan aplikasi bagi mahasiswa baru berupa data pendaftar, hasil ujian saringan serta data mahasiswa baru yang mendaftar ulang. 2. Aplikasi absensi Mahasiswa & Dosen. Merupakan sistem absensi perkuliahan mahasiswa serta data pertemuan perkuliahan dosen. 3. Aplikasi administrasi kemahasiswaan. Adalah sistem administrasi pendataan mahasiswa, jadwal perkuliahan dan data-data yang mengatur pendataan yang berkaitan dengan kegiatan belajar mahasiswa. 4. Aplikasi Administrasi Keuangan. Merupakan sistem administrasi keuangan berupa data keuangan mahasiswa serta rekapitulasi pertemuan dosen guna pendataan gaji karyawan dan dosen. Neni Purwati Jurnal Informatika, Vol. 14, No. 2, Desember 2014 Informatics and Business Institute Darmajaya 147 Neni Purwati Informatics & Business Institute Darmajaya Jurnal Informatika, Vol.14, No. 2, Bulan Desember 2014 Neni Purwati Informatics & Business Institute Darmajaya Jurnal Informatika, Vol.14, No. 2, Bulan Desember 2014 5. Aplikasi Pengisian KRS Online (siakad.darmajaya.ac.id). Merupakan sistem pengisian rencana studi, daftar nilai semester, rangkuman nilai, mahasiswa yang menggunakan jaringan internet online. 6. Aplikasi Nilai Mahasiswa. Merupakan sistem informasi yang digunakan dosen untuk menginput nilai mahasiswa. 7. Aplikasi Sistem Informasi online (eLearning). Merupakan sistem informasi tentang perkuliahan yang dikenal dengan nama elearning.darmajaya.ac.id, sistem informasi digital dimana mahasiswa dapat mendownload materi, mengupload tugas kuliah dan informasi kegiatan seputar akademik. 8. Aplikasi Sistem Informasi online (darmajaya.ac.id). Merupakan sistem informasi seputar kampus baik kegiatan/aktivitas institusi ataupun kegiatan kemahasiswaan. Sampai saat ini pengimplementasian aplikasi tersebut belum pernah di evaluasi, sehingga belum dapat memastikan keselarasan dengan tujuan bisnis TI institusi. Pelaksanaan evaluasi ini pada dasarnya melakukan pencarian bukti proses TI yang ada dalam institusi dengan menyesuaikan standar proses TI yang didefinisikan dalam COBIT. Bukti tersebut akan digunakan untuk melaksanakan perhitungan standar pelayanan sehingga dapat temuan yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan tingkat layanan sistem informasi IBI Darmajaya. Tata kelola teknologi informasi IBI Darmajaya dikelola oleh Biro Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan (BAAK) dan Biro ICT Center. 2.2. Pemeriksaan Lapangan (Fieldwork) Penelitian ini bersifat pendekatan survey. Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder yang diperoleh dengan metode kuesioner tentang pelayanan Sistem Informasi Akademik (SIAKAD) IBI Darmajaya dan melalui data-data yang telah dipublikasikan secara internal dan dapat dijaga kerahasiaannya. Description of Maturity Level terdiri dari 6(enam) level(0 sampai 5) yang menggambarkan tingkat kehandalan aktivitas-aktivitas pengendalian sistem informasi yang dirangkum oleh ISACA dari konsensus berbagai pendapat ahli dan praktek-praktek terbaik di bidang Jurnal Informatika, Vol. 14, No. 2, Desember 2014 Neni Purwati 148 Informatics and Business Institute Darmajaya Neni Purwati Informatics & Business Institute Darmajaya Jurnal Informatika, Vol.14, No. 2, Bulan Desember 2014 teknologi informasi yang bersifat generik dan telah dijadikan sebagai standar internasional. Adapun metode yang digunakan adalah metode sensus, dan pengukuran dilakukan terhadap faktafakta kematangan pengendalian prosesproses yang terjadi di dalam organisasi dengan menggunakan kuesioner. Description of Maturity Level dapat digambarkan sebagai kelompok pernyataan yang terstruktur dimana masing-masing Description of Maturity Level berisi statement- statement atau pernyataan yang dapat bernilai sesuai atau tidak sesuai, dan sebagian sesuai atau sebagian tidak sesuai. 2.3. Pelaporan (Reporting) Setelah kuesioner disebarkan, maka akan didapat data yang akan diproses untuk dihitung berdasarkan perhitungan maturity level. Untuk selanjutnya dilakukan beberapa tahapan dalam pelaporan yaitu : - Hasil kuesioner temuan sekarang (current maturity level) dan harapan pada masa yang akan datang (expected maturity level) - Analisis gap dilakukan analisa interpretasi dari current maturity level dan expected maturity level - Rekomendasi berupa tindakan korektif mengatasi gap yang dilakukan untuk mencapai perbaikan yang dilakukan untuk institusi - Bagaimana tindakan ini menghasilkan nilai sistem informasi yang optimal. 2.4. Tindak Lanjut (Follow Up) Setelah rekomendasi diserahkan ke pihak IBI Darmajaya, maka untuk selanjutnya wewenang perbaikan menjadi tanggungjawab pihak IBI Darmajaya apakah akan diterapkan atau hanya menjadi acuan untuk perbaikan di masa yang akan datang. 2.5. Tahapan Metode Penelitian Dari ke-4 tahapan dapat digambarkan dengan flow diagram sebagai berikut: Neni Purwati Jurnal Informatika, Vol. 14, No. 2, Desember 2014 Informatics and Business Institute Darmajaya 149 Neni Purwati Informatics & Business Institute Darmajaya Jurnal Informatika, Vol.14, No. 2, Bulan Desember 2014 Neni Purwati Informatics & Business Institute Darmajaya Jurnal Informatika, Vol.14, No. 2, Bulan Desember 2014 Mulai Observasi Awal Studi Pustaka Perencanaan Kegiatan Pengumpulan Data pendukung Sistem dan Teknologi Saat ini Pendefinisian Maturity Level Pembuatan Kuesioner Analisis Gap hasil perhitungan Membuat rekomendasi Hasil Audit Dokumentasi Selesai Data Cukup Y belum Hitung lagi T Perhitungan hasil Kuesioner Ya Visi, Misi, sasaran Mutu, strategi kebijakan Hasil kuesioner yang disebarkan Konfirmasi Hasil Kuesioner Gambar 3.1 Metode Penelitian III. HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem Informasi Akademik saat ini dapat dilihat dari hasil perhitungan tingkat kematangan (current maturity) pada BAAK dan Biro ICT-Center pada level user dan manajemen yang dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 3.1. Tingkat kematangan (Maturity Level) BAAK dan Biro ICT-Center untuk responden kategori user Domain Proces Curent Maturity Expected Maturity PO2.1 Informasi Arsitektur Model 0 0 PO2.2 Peraturan Kamus Data Perusahaan dan Data Perintah 0 0 PO2.3 Pengelolaan Skema Klasifikasi Data 0 0 PO2.4 Tingkat Keamanan 0 0 PO7.2 Personil Kualifikasi 0 0 PO7.3 Peran dan Tanggung Jawab 0 0 PO7.7 Evaluasi Kinerja Kerja Karyawan 0 0 PO8.1 Sistem manajemen Mutu 3,89 4,49 PO8.2 Standar IT dan Praktik Kualitas 4,02 4,5 PO8.3 Pengembangan dan akuisisi standar 3,67 4,28 PO8.4 Fokus pada pelanggan 3,56 4,35 PO8.5 Kegiatan yang berkelanjutan 4,08 4,56 PO8.6 Pengukuran kualitas, pemantauan dan review 3,43 4,2 DS10.1 Permintaan layanan dan kebutuhan informasi 3,11 4,15 DS10.2 Kecenderungan pengawasan dan pelaporan 3,21 4,19 DS11.1 Kebijakan dan prosedur yang ada untuk pengelolaan data yang didasarkan pada kebutuhan bisnis 3,39 4,41 DS11.2 Pertukaran dan pengelolaan penyimpanan data 3,86 4,53 DS11.3 Peralatan dan keamanan pembuangan data yang tidak terpakai 3,76 4,47 DS11.4 Data yang mendukung dan restorasi yang teruji 3,84 4,5 Jurnal Informatika, Vol. 14, No. 2, Desember 2014 Neni Purwati 150 Informatics and Business Institute Darmajaya Neni Purwati Informatics & Business Institute Darmajaya Jurnal Informatika, Vol.14, No. 2, Bulan Desember 2014 Tabel 3.2. Maturity Level BAAK dan Biro ICT-Center untuk responden kategori manajemen Domain Proces Curent Maturity Expected Maturity PO2.1 Informasi Arsitektur Model 3,73 4,38 PO2.2 Peraturan Kamus Data Perusahaan dan Data Perintah 3,46 4,34 PO2.3 Pengelolaan Skema Klasifikasi Data 3,61 4,61 PO2.4 Tingkat Keamanan 3,61 4,3 PO7.2 Personil Kualifikasi 3,57 4,46 PO7.3 Peran dan Tanggung Jawab 3,42 4,26 PO7.7 Evaluasi Kinerja Kerja Karyawan 3,07 4 PO8.1 Sistem manajemen Mutu 3,69 4,23 PO8.2 Standar IT dan Praktik Kualitas 3,26 4,38 PO8.3 Pengembangan dan akuisisi standar 3,3 4,5 PO8.4 Fokus pada pelanggan 3,46 4,38 PO8.5 Kegiatan yang berkelanjutan 3,23 4,15 PO8.6 Pengukuran kualitas, pemantauan dan review 3,38 4,15 DS10.1 Permintaan layanan dan kebutuhan informasi 3,42 4,45 DS10.2 Kecenderungan pengawasan dan pelaporan 3,65 4,53 DS11.1 Kebijakan dan prosedur yang ada untuk pengelolaan data yang didasarkan pada kebutuhan bisnis 3,61 4,3 DS11.2 Pertukaran dan pengelolaan penyimpanan data 3,65 4,5 DS11.3 Peralatan dan keamanan pembuangan data yang tidak terpakai 4,07 4,61 DS11.4 Data yang mendukung dan restorasi yang teruji 3,34 4,42 Hasil perhitungan current maturity level untuk proses pada BAAK dan Biro ICT-Center yang berjalan saat ini berada di bawah expected maturity level, yang digambarkan dalam tabel 3.3. Tabel 3.3. Gap tingkat kematangan Saat ini DOMAIN PROCES Current Maturity User Current Maturity Manage ment PO2 Mendefinisikan arsitektur informasi 3,60 3,60 PO7 Mengelola sumber daya manusia TI 3,35 3,35 PO8 Mengelola mutu 3,78 3,39 DS10 Mengelola permasalahan 3,3 3,54 DS11 Mengelola data 3,71 3,67 Tingkat kematangan saat ini (current maturity level) yang terendah dalam domain PO dan DS berada pada proses DS10 yaitu Memastikan Pengelolaan Permasalahan yang berkelanjutan kepada pengguna yang berada pada level 3.3. Sementara itu tingkat yang tertinggi berada pada proses PO8 yaitu Mengelola Mutu yang berada pada level 3,78. Gambar 3.1. Grafik Radar Current User dan Manajemen Analisis Gap Maturity Level Berdasarkan hasil perhitungan current maturity level dan expected yang dihasilkan dengan menggunakan kerangka Neni Purwati Jurnal Informatika, Vol. 14, No. 2, Desember 2014 Informatics and Business Institute Darmajaya 151 Neni Purwati Informatics & Business Institute Darmajaya Jurnal Informatika, Vol.14, No. 2, Bulan Desember 2014 ktur ma nan 0 35 tu 78 39 4 71 67 Neni Purwati Informatics & Business Institute Darmajaya Jurnal Informatika, Vol.14, No. 2, Bulan Desember 2014 kerja cobit 4.1. sebagai acuan untuk mengukur maturity level dalam sistem informasi IT, dimana tingkat kematangan atau maturity level yang diharapkan (expected maturity level) adalah pada level 4 (Manage), perhitungan maturity level untuk proses TI yang ada pada saat ini (Current maturity level) masih dibawah maturity level yang diharapkan (expected maturity level). Untuk itu harus dilakukan analisis untuk menutupi gap antara current maturity dengan expected maturity level tersebut. Tabel 4.7 memperlihatkan gap antara kedua maturity level untuk setiap proses COBIT dalam domain PO2, PO7, PO8 dan DS10, DS11 pada sistem informasi Biro Administrasi Akademik Kemahasiswaan (BAAK) dan Biro ICT-Center. Tabel 3.4. Rata-rata Maturity Level Current dan Expected dari User dan Manajemen Domain Proces Current Expected PO2 Mengidentifikasi Arsitektur Teknologi Informasi 3,60 4,41 PO7 Mengelola Sumber Daya Manusia TI 3,35 4,24 PO8 Mengelola Mutu 3,58 4,35 DS10 Mengelola Permasalahan 3,42 4,33 DS11 Mengelola Data 3,69 3,91 Sementara itu tingkat kematangan saat ini (current maturity level) dan tingkat kematangan yang diharapkan (expected maturity level) User dan Manajemen dapat dilihat pada gambar berikut : Gambar 3.2. Current dan Expected maturity level IV. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut : a. Berdasarkan Hasil perhitungan yang telah dijelaskan pada tabel 4.7 tingkat kematangan (maturity level) yang ada pada setiap proses TI yang terdapat dalam domain Planning and Organization (PO) dan Delivery and Support (DS) pada umumnya berada di level 3 (defined process) agar seluruh TI dapat mencapai tingkat kematangan yang diinginkan (expected maturity level) di level 4 (manage) maka semua prosedur yang disyaratkan di tiap proses harus dipenuhi. Mengacu pada standarisasi COBIT untuk mencapai level 4 (manage) maka setiap proses TI harus memiliki prosedur baku dan tertulis yang disosialisakan ke semua pihak yang terlibat dalam sistem informasi akademik, yaitu kepada pengelola sistem dan pengguna langsung sistem. Prosedur Jurnal Informatika, Vol. 14, No. 2, Desember 2014 Neni Purwati 152 Informatics and Business Institute Darmajaya Neni Purwati Informatics & Business Institute Darmajaya Jurnal Informatika, Vol.14, No. 2, Bulan Desember 2014 tersebut harus didokumentasikan dan diupdate secara berkala. b. Dari hasil gap antar tingkat kematangan tata kelola TI saat ini dengan tingkat kematangan yang ingin dicapai, diketahui pada domain PO dan DS prioritas perbaikan dilakukan pada PO7 (mengelola sumber daya manusia TI). Saran 1. Diharapkan dapat selalu dilakukan audit untuk penelitian berikutnya agar level maturity setiap proses dapat diketahui hasilnya, sehingga selalu dapat dilakukan perbaikan berkelanjutan untuk mencapai tujuan bisnis institusi. 2. Pada penelitian selanjutnya disarankan agar dapat menggunakan tools COBIT 5.1 atau ISO 3. Dapat menambahkan Domain atau proses yang diteliti sehingga menambah scope penelitian untuk mencapai hasil penelitian yang semakin kompleks. DAFTAR PUSTAKA [1]. Desy Iba Ricoida, 2008, Perancangan Tata Kelola TI Untuk Peningkatan Sistem informasi akademik Informasi Akademik, Jurnal STMIK MDP Palembang [2]. Effendi, Diana, 2008, Perancangan IT Governance Pada Sistem informasi layanan Akademik di UNIKOM (Universitas Komputer Indonesia) menggunakan COBIT (Control Objective for Information and Related Technology) Versi 4.0, Tesis S2 Universitas Indonesia. [3]. Efi Yosrita, 2010, Jurnal Peningkatan Layanan Informasi Akademik Menggunakan COBIT Versi 4.1 : Studi Kasus Sekolah Tinggi Teknik PLN, Universitas Budi Luhur, Jakarta. [4]. ISACA, 2004, COBIT Student Book, IT Governance Institute. [5]. IT Governance Institute, 2000, Management Guidilines, COBIT 3rd Edition. [6]. IT Governance Institute, 2005, COBIT 4.0 Control Objectives, Management Guidelines, Maturity Models, IT Governance Institute. [7]. IT Governance Institute, 2007, COBIT 4.1 Framework, Control Objectives, Management Guidelines, Maturity Models, IT Governance Institute. [8]. Riyanarto Sarno, 2009, Audit sistem dan Teknologi Informasi, ITS Press, Surabaya. [9]. Sugiyono, 2009, Metode Penelitian Bisnis, Alfabeta, Bandung. [10]. Weber, Ron, 1999, Information Systems Control And Audit, Prentice Hall, US.

CBIS

CBIS atau computer base information system adalalh sebuah sistem yang mengolah sebuah data berkualitas dan diperuntukkan sebagai pengambilan keputusan, kendali, koordinasi, dan visualisasi

SISTEM INFORMASI BERBASIS KOMPUTER (CBIS) Oleh : Saliman 
ABSTRAK 
Informasi adalah salah satu dari lima jenis utama sumber daya yang dapat dipakai oleh manajer. Semua sumber daya termasuk informasi dapat dikelola. Pengelolaan informasi semakin penting seiring dengan rumitnya kegiatan bisnis yang setiap saat membutuhkan informasi yang akurat dan demi pelayanan yang memuskan pada para pelanggan. Pengelolaan informasi juga lebih menantang sejalan dengan perkembangan kemampuan komputer saat ini. Output komputer digunakan oleh berbagai pihak untuk bahan pengambilan keputusan, terutama seorang manajer dalam suatu perusahaan. Saat para manajer melakukan fungsi dan perannya, memerlukan dukungan informasi yang akurat, cepat dan tepat agar dapat melakukan tugasnya secara efektif. Hal ini akan terwujud apabila manajer memiliki keahlian dalam bidang komunikasi dan pemecahan masalah dengan pengetahuan tentang komputer dan informasi. Selanjutnya pengelolaan informasi akan merupakan sebuah sistem, yang saling tergantung sekaligus bersinergi antar berbagai komponen yang membentuk sistem tersebut. Sistem ini dikenal dengan sistem informasi. Karena digunakan untuk membantu manajer dalam mengambil kebijakan maka disebut dengan sistem informasi manajemen. Akibat perkembangan lembaga yang dikelolanya manajer tidak hanya mengelola sumber daya fisik saja, tetapi juga sumber daya konseptual. Sumber daya konseptual sangat abstrak sehingga sulit untuk dikelola. Cara pengelolaannya adalah dengan mengubah menjadi simbolsimbol yang memiliki value (nilai), sehingga dapat dikalkulasi. Cara pengelolaan sumber daya koseptual ini yang paling tepat adalah dengan menggunakan bantuan mesin, dalam hal ini komputer. Dengan demikian sistem informasi manajemen akan lebih efektif apabila dikelola atau berbasis komputer. Sistem informasi berbasis komputer tersebut lebih dikenal sebagai (computer-based information system) atau CBIS. PENDAHULUAN
Setiap pimpinan suatu lembaga selalu menggunakan informasi untuk melaksanakan tugas-tugasnya, sehingga subyek dari manajemen informasi bukanlah suatu hal yang baru. Informasi telah ada sejak adanya manusia sampai saat ini dan masa mendatang. Kegunaan informasi juga relatif sama dari waktu ke waktu yaitu sebagai alat untuk mendukung pengambilan keputusan mulai dari keputusan individual sampai pada tingkatan keputusan seorang manajer profesional pada kalangan lembaga bisnis modern. Daya dukung informasi terhadap pengambilan keputusan sangat berarti, sehingga cara-cara pengelolaan informasi mulai diperhatikan oleh manusia sejalan dengan perkembangan peradabannya. Dengan demikian apa yang telah dijelaskan di atas sangat tepat bahwa subyek informasi bukanlah suatu hal yang baru, namun cara-cara mengelola informasi agar ada kemudahan dalam memperoleh informasi yang akurat dan mutakhir inilah yang selalu mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Selanjutnya untuk menjawab permasalahan ini diperlukan teknologi yang mumpuni. Inovasi yang sangat memungkinkan untuk mengatasi hal tersebut adalah komputer. Lembaga atau organisasi menajdi semakin sadar bahwa informasi adalah suatu sumber daya yang penting dan sangat strategis, dan komputer dapat mengelola sumber daya tersebut. Perkembangan program-program komputer yang sengaja dirancang untuk memudahkan manajemen dalam mengelola informasi sangat pesat. Aplikasi di berbagai bidangpun semakin luas, terutama aplikasi di bidang bisnis yang dimaklumi sebagai indikator kemajuan suatu peradaban manusia. Pada dunia bisnis dikenal beberapa jenis aplikasi program komputer untuk mendukung kinerja suatu lembaga bisnis, seperti aplikasi yang berkaitan dengan penanganan transaksi akuntansi, aplikasi yang berkaitan dengan bidang manajemen sumber daya manusia, aplikasi yang berkaitan dengan bidang pengambilan keputusan, aplikasi yang berkaitan dengan bidang informasi manajemen, bahkan sampai pada kantor maya (virtual office), dan sistem berbasis pengetahuan (knowledgebased system). Seluruh aplikasi program komputer atau lebih dikenal dengan software di bidang bisnis tersebut lebih dikenal dengan istilah sitem informasi berbasis komputer (computer-based information system), atau CBIS. Kemampuan komputer mengelola informasi bisnis yang semakin kompleks dijelaskan oleh Reymond McLeod (2004:3) sebagai berikut: “Informasi adalah salah satu jenis utama sumber daya yang tersedia bagi manajer. Informasi dapat dikelola seperti halnya sumber daya yang lain, dan perhatian pada topic ini bersumber dari dua pengaruh. Pertama, bisnis telah menjadi semakin rumit, dan kedua, komputer telah mencapai kemampuan yang semakin baik”. Dari pendapat di atas jelaslah bahwa solusi yang dapat diambil untuk menangani dan mengelola informasi bisnis, yang setiap saat dibutuhkan untuk mendukung pengambilan keputusan pihak manajer diperlukan suatu teknologi yang mampu mendukung yaitu komputer. Tegasnya bahwa sistem informasi berbasis komputer merupakan andalan dunia bisnis. Agar dunia bisnis, kalangan pemerintahan, maupun dunia pendidikan dapat eksis maka harus menguasai informasi yang sudah berbasis komputer. Hal tersebut senada dengan pendapat Wahyudi Kumorotomo (2001:15) yang mengatakan sebagai berikut: “… secara teoritis SIM dapat dilaksanakan tanpa bantuan alat komputer. akan tetapi sistem manajemen yang semakin kompleks di dalam organisasi-organisasi modern, dan juga melihat kenyataan bahwa harga perangkat keras maupun perangkat lunak komputer relative semakin murah, unsure komputer tidak dapat diabaikan peranannya. Maka setiap pambahasan tentang SIM modern sekarang ini hampir dapat dipastikan akan melibatkan pembahasan tentang sistem komputer sendiri. SIM yang berbasis komputer (computer-based management information systems), merupakan topic inti dalam setiap pembahasan tentang SIM”. Dengan demikian maka jelaslah bahwa sistem informasi yang paling efektif saat ini, adalah sistem informasi yang pengelolaanya menggunakan perangkat komputer, atau sistem informasi berbasis komputer.
  MANAJEMEN INFORMASI
Output informasi dari komputer digunakan oleh para manajer, nonmanajer, serta orang-orang dan organisasi-organisasi dalam lingkungan perusahaan. Manajer berada pada semua tingkat organisasi perusahaan, dan dalam semua area bisnis. Manajer melaksanakan berbagai fungsi dan peran, supaya berhasil dalam aktivitasnya manajer memerlukan keahlian dalam komunikasi dan pemecahan masalah. Manajer perlu mengerti komputer (computer literate), tetapi yang lebih penting mereka perlu mengerti informasi (information literate). Manajer harus mampu melihat bahwa unit yang berada di bawah kendalinya merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa subsistem dan berada dalam supersistem yang lebih besar. Perusahaan atau lembaga adalah suatu sistem yang bersifat fisik, namun dikelola dengan menggunakan suatu sistem konseptual. Sistem konseptual itu terdiri dari suatu pengolah informasi yang mengubah data menjadi informasi dan menggambarkan sumber daya fisik. Penjelasan di atas dapat dipertegas dengan ilustrasi sebagai berikut: Manajer perusahaan berskala kecil dengan aset yang belum begitu besar, dan sumber daya manusia terbatas, misalnya sebuah kios, masih mampu mengelola usahanya dengan mengamati aktiva-aktiva berwujudnya seperti barang dagangan, cash register, ruangan, dan bahkan arus pelanggan. Pada saat skala operasi meningkat menjadi suatu perusahaan dengan ratusan atau ribuan pekerja, dengan operasi yang tersebar di wilayah yang luas, manajer tidak lagi dapat mengandalkan pengamatan, tetapi harus lebih mengandalkan informasi. Manajer memanfaatkan banyak laporan atau informasi untuk memahami atau mengetahui kondisi fisik perusahaan. Sehingga dapat dibayangkan betapa mudahnya seorang direktur memahami seluruh kondisi perusahaan dalam sesaat dengan memanfaatkan informasi, sekaligus mengandalkan informasi tersebut untuk pengambilan keputusan. Dengan demikian para manajer menyadari sepenuhnya bahwa informasi merupakan suber daya yang sangat berharga, sehingga perlu dikelola sebaikbaiknya, hal ini senada dengan pendapat Wahyudi Kumorotomo ((2001:2) yang menjelaskan bahwa semakin banyak organisasi atau perusahaan yang mencurahkan perhatian utamanya pada penciptaan informasi yang bermanfaat bagi manajemen, namun yang lebih penting lagi adalah bahwa hanya perusahaan atau organisasi yang mampu mencari dan mendapatkan informasi secara efektif yang akan berhasil. Lebih jauh Reymond McLeod (2004:3) menjelaskan tentang pentingnya sumber daya inforamsi, dengan memasukkan informasi ke dalam lima jenis utama sumber daya, yaitu: manusia, material, mesin (termasuk fasilitas dan energi), uang, dan informasi (termasuk data). Tugas manajer adalah mengelola kelima sumber daya tersebut agar dapat digunakan dengan cara yang paling efektif. Empat jenis sumber daya yang pertama memiliki wujud (kasat mata), sehingga secara fisik dapat disentuh, dikelola dan dimanfaatkan secara langsung. Sumber daya tersebut dikenal dengan istilah sumber daya fisik, sedangkan sumber daya yang ke lima yaitu informasi, hanya memiliki nilai dari apa yang diwakilinya, bukan dari bentuk atau wujudnya. Sumber daya informasi disebut juga dengan sumber daya konseptual. Para manajer dituntut agar dapat menggunakan sumber daya konseptual untuk mengelola sumber daya fisik. Terkait dengan pendapat di atas Wahyudi Kumorotomo (2001:9) menjelaskan bahwa setiap unsur pembentuk organisasi adalah penting dan harus mendapat perhatian yang utuh supaya manajer dapat bertindak lebih efekti. Kemudian yang dimaksud dengan unsur atau komponen pembentuk organisasi adalah bukan hanya bagian-bagian yang tampak secara fisik, tetapi juga hal-hal yang bersifat abstrak atau konseptual. Sumber daya diperoleh dan disusun agar siap digunakan pada saat diperlukan. Pada proses penyusunan sumber daya mengharuskan kegiatan pengubahan bahan mentah menjadi suatu bentuk yang lebih siap digunakan, menjadi lebih halus, tepat ukuran, akurat, pasti, dan sebagainya. Proses pengolahan atau penyusunan sumber daya menjadi lebih baik tersebut, memerlukan biaya mahal, sehingga setelah sumber daya tersebut disusun seorang manajer dituntut untuk memaksimalkan penggunaan sumber daya dalam kegiatan manajemennya. Selanjutnya manajer harus meminimalkan biaya dan waktu yang terbuang untuk perbaikan sumber daya dengan cara menjaga berfungsinya sumber daya secara kontinyu pada titik efisiensi puncak. Manajer baru melakukan penggantian sumber daya tersebut pada saat kritis, sebelum sumber daya tersebut menjadi tidak efisien atau usang. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa sumber daya terdiri dari sumber daya fisik dan sumber daya konseptual. Manajer harus mampu mengelola kedua sumber daya tersebut. Mengelola sumber daya konseptual dalam hal ini informasi tidak semudah mengelola sumber daya fisik, karena obyek yang dikelola hanya merupakan representasi dari suatu benda berujud atau bahkan hanya sebuah fenomena yang hanya dapat dirasakan, didengar atau dicium baunya. Dengan demikian dibutuhkan personal yang memahami value added dari sebuah sumber daya konseptual, agar model dan cara pengelolaannya tepat. Manajer harus memahami bahwa lahirnya sebuah informasi melalui tahapan yang cukup rumit, sehingga mampu memfasilitasi personal yang bertugas mengelola sumber daya konseptual. Fasilitas yang disediakan harus mencakup semua proses pengelolaan informasi mulai dari pengumpulan data mentah, sampai pada kegiatan proses data menjadi sebuah informasi yang berguna. Informasi tersebut selanjutnya akan didistribusikan kepada pihak-pihak dalam organisasi yang layak menerima, dalam bentuk yang tepat, saat yang tepat sehingga dapat dimanfaatkan secara optimal. Akhirnya manajer akan membuang atau memusnahkan informasi yang tidak berguna untuk diganti dengan informasi yang lebih mutakhir dan akurat. Kegiatan tersebut harus dilakukan oleh personal pengelola sumber daya konseptual dengan dukungan fasilitas yang memadai. Seluruh aktivitas tersebut mulai dari memperolah informasi, menggunakannya seefektif mungkin, dan membuangnya pada saat tidak dibutuhkan lagi, dengan dukungan fasilitas yang memadai oleh Reymond McLeod (2004:4) disebut dengan istilah manajemen informasi.
PERKEMBANGAN MANAJEMEN INFORMASI
Peningkatan penggunaan sistem informasi pada akhir-akhir ini, tidak terlepas dari perhatian manajemen dalam perusahaan terhadap betapa pentingnya manajemen informasni. Para manajer memberikan perhatian yang semakin besar pada manajemen informasi selama beberapa tahun terakhir ini, karena dua alasan utama. Pertama, kegiatan bisnis telah menjadi semakin rumit. Kedua, komputer telah mencapai kemampuan yang semakin baik. Secara lebih rinci dapat dijelaskan sebagai berikut: Kegiatan Bisnis Semakin Rumit Bisnis memang selalu rumit, tetapi sekarang ini lebih rumit dibandingkan sebelumnya. Semua perusahaan terkena pengaruh ekonomi internasional dan bersaing dalam pasar internasional, teknologi bisnis menjadi semakin rumit, batas waktu untuk bertindak semakin singkat dan terdapat pula kendala-kendala sosial. Setiap pengaruh ini memberi kontribusi pada kerumitan bisnis. Mengenai pengaruh ekonomi internasional dapat dimaklumi karena perusahaan-perusahaan besar maupun kecil semua terkena pengaruh ekonomi yang dapat bersumber dari bagian dunia manapun. Pengaruh tersebut dapat terlihat pada nilai relative mata uang tiap negara. Pembeli melakukan pembelian di Negara-negara yang mata uangnya memiliki nilai paling besar. Sebagai contoh, saat Meksiko mendevaluasikan peso pada akhir 1980-an, banyak turis Amerika Serikat yang memutuskan untuk berlibur di Meksiko daripada di tempat lain, seperti Hawaii. Sedangkan persaingan dunia dapat dijelaskan bahwa perusahaanperusahaan tidak lagi bersaing dalam wilayah geografisnya sendiri. Sebaliknya persaingan terjadi pada skala dunia. Dampak dari persaingan ini dapat terlihat pada impor dari luar negeri. Sebagai contoh keputusan General Motors pada awal tahun 1990-an untuk menutup banyak pabriknya menunjukkan bahwa industri raksasa pun tidak terhindar dari dampak persaingan, yang dapat berasal dari bagian dunia manapun. Sementara itu kerumitan teknologi yang meningkat dapat dilihat setiap saat bahwa berbagai teknologi yang diterapkan dalam dunia bisnis selalu mengalami perubahan yang sangat pesat. Bebarapa kemudahan pelayanan teknologi memanjakan manusia seperti bar code scanners di pasar swalayan, sistem pemesanan penerbangan yang berbasis komputer, automated teller machine, dan closed circuit television di gedung-gedung parkir. Juga terdapat banyak teknologi di belakang layar, yang tidak terlihat misalnya robot-robot pabrik, serta peralatan otomatis untuk penanganan dan penyimpanan barang dagangan. Perusahaan-perusahaan melakukan investasi pada teknologi ini supaya mereka dapat melaksanakan operasi yang diperlukan secara lebih efektif. Batas waktu juga semakin singkat, dapat diketahui bahwa semua tahap operasi bisnis sekarang ini dilaksanakan secara lebih cepat daripada sebelumnya. Para wiraniaga melakukan pemasaran melalui telepon (telemarketing) untuk menghubungi pelanggan mereka dalam beberapa detik, perintah penjualan dikirim secara elektronik dari satu komputer ke komputer yang lain, dan pabrik membuat jadwal pengiriman material agar tiba tepat pada waktunya (just in time). Namun demikian kendala-kendala social juga tetap ada, di mana tidak semua tekanan mendukung produksi, sebagian malah mendorong non-produksi. Hal ini nyata pada produk dan jasa yang tidak diinginkan masyarakat. Keputusan-keputusan bisnis harus didasarkan pada faktor-faktor ekonomis, tetapi keuntungan dan biaya sosial harus juga dipertimbangkan. Perluasan pabrik, produk baru, tempat penjualan baru, dan tindakan-tindakan serupa semuanya harus dipertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan. Kemampuan Komputer yang Semakin Baik Dalam hal ukuran dan kecepatannya, komputer-komputer tahun 1950-an dan 1960-an tampak seperti dinosaurus dari Jurassic Park. Komputer-komputer ini ditempatkan dalam “ruangan besar” dan hanya boleh disentuh oleh para spesialis komputer perusahaan. Para pemakai tidak pernah berhubungan langsung dengan perangkat keras, tetapi pengaturan seperti ini di rasa cocok oleh para pemakai. Umumnya, pemakai tidak tahu cara menggunakan komputer dan takut untuk belajar. Para pemakai komputer sekarang justru sebaliknya, sangat mungkin memiliki terminal keyboard atau komputer mikro di ruangan mereka. Banyak komputer mikro dihubungkan dengan komputer-komputer lain dalam suatu jaringan. Bukan hanya komputer yang tersedia, para pemakai pun tahu cara menggunakannya. Para pemakai sekarang tidak memandang komputer sebagai sesuatu yang istimewa tetapi sebagai bagian peralatan kantor yang dibutuhkan, seperti halnya meja, telepon atau mesin fotokopi.
PEMAKAI INFORMASI
Awalnya pemakai output komputer adalah pegawai administrasi di bagian akutansi, yang komputernya melaksanakan aplikasi seperti pembayaran gaji, pengelolaan persediaan, dan penagihan. Sebagian informasi juga di sediakan bagi para menejer, tetapi hanya sebagai produk sampingan dari aplikasi akuntansi Gagasan untuk menggunakan komputer sebagai suatu sistem informasi manajemen (SIM), merupakan suatu terobosan besar, karena menyadari bahwa para manajer memerlukan informasi untuk pemecahan masalah. Saat perusahaan-perusahaan menjangkau konsep SIM, mulai dikembangkan berbagai aplikasi yang secara khusus diarahkan untuk mendukung manajemen. Kroenke dalam Abdul Kadir (2003:5) menjelaskan bahwa sistem informasi memberikan nilai tambah terhadap proses produksi, kualitas, manajemen, pengambilan keputusan, dan pemecahan masalah serta keunggulan kompetitif yang tentu saja sangat berguna bagi kegiatan bisnis. Sebenarnya bukan hanya manajer yang memperoleh manfaat dari SIM, para pegawai non-manajer juga menggunakan produk SIM, bahkan yang berada di luar perusahaan, seperti para pelanggan yang menerima faktur dan laporan, para pemegang saham menerima cek dividen, dan pemerintah menerima laporan pajak. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa para pemakai SIM meliputi: manajer, non-manajer, orang atau organisasi di luar perusahaan.
FUNGSI DAN PERAN MANAJER
 Pada tahun 1914, seorang ahli teori manajemen berkebangsaan Perancis, Henry Fayol, menyatakan bahwa manajer melaksanakan lima fungsi-fungsi manajemen yang utama. Pertama, manajer merencanakan (plan) apa yang akan mereka lakukan. Kemudian, menyusun staf (staff) organisasi mereka dengan sumber daya yang diperlukan. Dengan sumber daya yang ada, mereka mengarahkan (direct) untuk melaksanakan rencana. Akhirnya mereka mengendalikan (control) sumber daya, menjaganya agar tetap beroperasi secara optimal. Semua manajer, apapun tingkatannya melaksanakan fungsi-fungsi tersebut, walaupun mungkin dengan penekanan yang berlainan. Sementara itu Henry Mintzberg, professor pada McGill University Kanada, menganggap bahwa fungsi-fungsi Fayol tidak memberikan gambaran yang menyeluruh. Ia mengembangkan kerangka kerja yang lebih yang harus dimainkan oleh manajer, meliputi aktivitas antar-pribadi (interpersonal), informasi (informational) dan keputusan (decisional). Sistem informasi manajemen yang baik, dirancang berdasarkan fungsifungsi dan peran-peran manajerial tersebut. Di samping itu agar SIM yang dirancang oleh suatu lembaga benar-benar fungsional, maka harus dikembangkan dengan memperhatikan keahlian yang harus dimiliki oleh seorang manajer Reymond McLeod (2004:7-8). Keahlian tersebut meliputi keahlian dalam berkomunikasi dan keahlian dalam memecahkan masalah. Keahlian tersebut akan segera terbentuk apabila SIM yang dikembangkan benar-benar fungsional. Keahlian manajer dalam berkomunikasi meliputi kegiatan menerima dan mengirimkan informasi dalam bentuk lisan atau tertulis. Komunikasi tertulis meliputi laporan, surat, memo, surat elektronik dan terbitan berkala. Komunikasi lisan terjadi saat rapat, saat menggunakan telepon atau voice mail, saat meninjau fasilitas, dan selama acara makan, bisnis serta berbagai kegiatan sosial. Tiap manajer memiliki pilihan medianya sendiri. Seorang manajer mungkin lebih menyukai percakapan telepon daripada surat elektronik, sementara yang lain mungkin kebalikannya. Para manajer menyusun suatu perpaduan media komunikasi yang sesuai dengan gaya manajemen mereka. Keahlian manajer dalam memecahkan masalah (problem solving) dapat didefinisikan sebagai semua kegiatan yang mengarah pada solusi suatu permasalahan. Masalah biasanya dianggap sebagai sesuatu yang selalu buruk, karena sangat sedikit yang menganggap masalah sebagai sesuatu untuk meraih kesempatan. Hasil dari aktivitas pemecahan masalah adalah solusi. Selama proses pemecahan masalah, manajer terlibat dalam pengambilan keputusan (decision making), yaitu tindakan memilih dari berbagai alternatif tindakan. Keputusan adalah suatu tindakan tertentu yang telah dipilih.
MANAJER DAN SISTEM
Ahli-ahli manajemen sering mangatakan bahwa jika seorang manajer memandang organisasinya sebagai suatu sistem, hal itu akan menjadikan pemecahan masalah lebih mudah dan lebih efektif. Sistem adalah sekelompok elemen-elemen yang terintegrasi dengan maksud yang sama untuk mencapai tujuan. Suatu organisasi seperti perusahaan atau suatu area bisnis cocok dengan definisi ini. Organisasi terdiri dari sejumlah sumber daya, di mana sumber daya tersebut bekerja menuju tujuan tertentu yang telah ditentukan oleh pemilik atau manajemen. Di samping konsep sistem, ada lagi konsep supersistem dan subsistem. Jika suatu sistem adalah bagian dari sistem yang lebih besar, sistem yang lebih besar itu adalah supersistem. Contohnya, pemerintahan kota adalah suatu sistem, tetapi ia juga merupakan bagian dari sistem yang lebih besar yaitu pemerintahan propinsi. Pemerintahan propinsi adalah supersistem dari pemerintahan kota dan juga merupakan subsistem dari pemerintahan nasional. Dalam dunia bisnis, sistem perusahaan berada dalam satu atau lebih sistem lingkungan yang lebih besar atau supersistem. Jika perusahaan itu suatu bank, misalnya, perusahaan tersebut merupakan bagian dari masyarakat keuangan. perusahaan tersebut juga merupakan bagian dari masyarakat bisnis, masyarakat setempat, dan masyarakat global. Sistem perusahaan juga mencakup sistem-sistem yang lebih kecil atau subsistem. Subsistem dari bank mungkin barupa departemen-departemen seperti tabungan, rekening koran dan pinjaman angsuran. Walaupun tiap subsistem ini memiliki tujuannya masing-masing, tujuan-tujuan bawahan ini mendukung dan memberi kontribusi pada tujuan keseluruhan perusahaan. Antara supersistem, sistem dan subsistem harus terjalin dalam satu kesatuan yang bersinergi. Ketiganya harus diikat dalam sebuah sistem informasi manajemen. Dengan demikian sistem informasi yang menghasilkan informasi dengan akurasi dan presisi tinggi menjadi sebuah keharusan, agar ketiga sistem tersebut dapat berjalan seiring dan sejalan dalam mencapai tujuan. Manajer pada tingkat supersistem disebut manajer puncak (top manger), manajer pada tingkat sistem disebut manajer menengah (middle manager), dan manajer pada tingkat subsistem disebut manajer rendah (lower manager). Ketiga tingkat manajer tersebut dapat bekerjasama dengan baik apabila didukung oleh sistem informasi yang handal, yang mampu menghasilkan informasi yang memiliki akurasi dan presisi tinggi, sehingga keputusan yang diambil pada tingkat manajer puncak tidak akan bertentangan dengan keputusan pada tingkat manajer rendah, atau sebalinya. Hal ini hanya mungkin terjadi apabila sistem informasi yang digunakan sudah berbasis komputer (CBIS), dan saling berhubungan satu sama lain. Sejalan dengan pendapat di atas mengenai kualitas informasi agar dapat digunakan untuk mengambil keputusan secara tepat, Abdul Kadir (2003:46) menjelaskan bahwa informasi yang berkualitas adalah informasi yang baik, yang memiliki karakteristik : relevansi, ketepatan waktu, dan keakurasian. MACAM DAN NILAI CBIS Manajer membuat keputusan untuk memecahkan masalah, dan informasi digunakan dalam membuat keputusan. Informasi disajikan dalam bentuk lisan maupun tertulis oleh suatu pengolah informasi. Porsi komputer dalam mengolah informasi terdiri dari berbagai aplikasi berbasis komputer, seperti SIA, SIM, DSS, kantor virtual dan sistem berbasis pengetahuan, Reymond McLeod (2004:14). Istilah yang mencakup semua aplikasi berbasis komputer adalah sistem informasi berbasis komputer (computer based information system), atau CBIS, untuk menggambarkan lima subsistem yang menggunakan komputer. Semua subsistem CBIS menyediakan informasi untuk pemecahan masalah. Tanpa memandang apakah spesialis informasi atau pemakai yang mengembangkan aplikasi, CBIS harus dinilai dengan cara yang sama seperti investasi besar lain dalam perusahaan. Sebenarnya sangat sulit mengukur nilai CBIS, ada perusahaan yang mencoba menimbang nilai komputer berdasarkan biaya tenaga administrasi (clerical cost) yang digantikan. Sebenarnya hal ini tidaklah tepat, karena setelah ada CBIS hanya sedikit pegawai administrasi yang kehilangan pekerjaanya. Namun manfaat yang besar diperoleh perusahaan setelah ada CBIS, yaitu mampu mencapai peningkatan efisiensi dan efektivitas, bahkan mampu mengurangi investasi. Sebagi bukti bahwa CBIS itu lebih efisien dari pendahulunya (sistem manual), dijelaskan oleh Reymond McLeod (2004:19) bahwa salah satu aplikasi komputer pertama adalah pengendalian persediaan dan perusahaan umumnya dapat mengurangi investasi persediaan mereka dengan mengkomputerisasi catatan persediaan. Karena sukarnya mengukur nilai CBIS, perusahaan-perusahaan sangat berhati-hati dalam membuat keputusan untuk menerapkan sistem seperti itu. Banyak waktu manajer dan staf yang dihabiskan untuk mengevaluasi dampak sistem itu pada organisasi. Menimbang-nilai CBIS, dengan menggunakan gabungan ukuran-ukuran kuantitatif dan subyektif, adalah langkah kunci dalam mencapai sumber daya yang berharga ini. Dalam beberapa hal, nilai CBIS juga dapat dipertimbangkan dari siklus CBIS. Tiap subsistem CBIS menyerupai suatu organisme hidup yaitu : lahir, bertumbuh, menjadi matang, berfungsi dan akhirnya mati. Proses evolusi ini disebut siklus hidup sistem (system life cycle – SLC), dan terdiri dari tahap-tahap berikut: (1) Perencanaan; (2) Analisis; (3) Rancangan; (4) Penerapan; dan (5) Penggunaan. Siklus hidup suatu sistem berbasis komputer mungkin hanya berlangsung beberapa bulan, atau mungkin berlangsung beberapa tahun, sehingga dapat dikatakan bahwa CBIS mempunyai biaya yang tinggi. Cepat atau lambat, sifat dinamis kebutuhan informasi akan melampaui kemampuan sistem informasi, sehingga sistem itu harus diperbarui. Tahap-tahap siklus hidup sistem membentuk suatu pola lingkaran. Saat suatu sistem berakhir masa kegunaannya dan harus diganti, suatu siklus hidup baru dimulai, diawali dengan tahap perencanaan. Walau banyak orang mungkin menyumbangkan keahlian khusus mereka untuk pengembangan sistem berbasis komputer, pemakailah yang bertanggung jawab atas siklus hidup sistem. Sesuai dengan penekanan pada manajer sebagai pemakai, tanggung jawab untuk mengelola CBIS ditugaskan pada manajer. Manajer ini adalah manajer dari unit organisasi tempat diaplikasikannya komputer dan dapat ditempatkan di mana saja di dalam perusahaan. Seiring berkembangnya CBIS, manajer merencanakan siklus hidup dan mengatur para spesialis informasi yang terlibat. Setelah penerapan, manajer mengendalikan CBIS untuk memastikan bahwa sistem tersebut terus menyediakan dukungan yang diharapkan. Saat manajer memilih untuk memanfaatkan dukungan para spesialis informasi, kedua pihak bekerja sama untuk mengidentifikasi dan mendefinisikan masalah, mengidentifikasi dan mengevaluasi solusi alternatif, memilih solusi terbaik, merakit perangkat keras dan perangkat lunak yang sesuai, menciptakan database, dan menjaga kemutakhiran sistem. Semua kegiatan tersebut akan dapat dilakukan dalam waktu relative singkat apabila perusahaan telah menggunakan sistem informasi berbasis komputer. PENUTUP Kemajuan jaman ditandai dengan kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk di dalamnya kemajuan di bidang teknologi informasi. Suatu lembaga selalu membutuhkan informasi yang terkini dan memiliki akurasi yang cukup tinggi untuk mendukung pengambilan kebijakan-kebijakannya, apabila ingin meraih keunggulan kompetitif. Informasi menjadi sangat penting bagi siapapun yang ingin menguasai keunggulan. Informasi adalah salah satu dari lima jenis utama sumber daya yang dapat dipakai oleh manajer. Semua sumber daya termasuk informasi dapat dikelola. Pengelolaan informasi semakin penting seiring dengan rumitnya kegiatan bisnis yang setiap saat membutuhkan informasi yang akurat dan demi pelayanan yang memuskan pada para pelanggan. Pengelolaan informasi juga lebih menantang sejalan dengan perkembangan kemampuan komputer saat ini. Produk komputer digunakan oleh berbagai pihak untuk bahan pengambilan keputusan, terutama seorang manajer dalam suatu perusahaan. Saat para manajer melakukan fungsi dan perannya, memerlukan dukungan informasi yang akurat, cepat dan tepat agar dapat melakukan tugasnya secara efektif dan efisien. Hal ini akan terwujud apabila manajer memiliki keahlian dalam bidang komunikasi dan pemecahan masalah dengan pengetahuan tentang komputer dan informasi. Selanjutnya pengelolaan informasi akan merupakan sebuah sistem, yang saling tergantung sekaligus bersinergi antar berbagai komponen yang membentuk sistem tersebut. Sistem ini dikenal dengan sistem informasi. Karena digunakan untuk membantu manajer dalam mengambil kebijakan maka disebut dengan sistem informasi manajemen. Akibat perkembangan lembaga yang dikelolanya manajer tidak hanya mengelola sumber daya fisik saja, tetapi juga sumber daya konseptual. Sumber daya konseptual sangat abstrak sehingga sulit untuk dikelola. Cara pengelolaannya adalah dengan mengubah menjadi simbol-simbol yang memiliki value (nilai), sehingga dapat dikalkulasi. Cara pengelolaan sumber daya koseptual ini yang paling tepat adalah dengan menggunakan bantuan mesin, dalam hal ini komputer. Dengan demikian sistem informasi manajemen akan lebih efektif apabila dikelola atau berbasis komputer. Sistem informasi berbasis komputer tersebut lebih dikenal sebagai (computer-based information system) atau CBIS.
DAFTAR PUSTAKA 
Abdul Kadir, 2003, Pengenalan Sistem Informasi, Yogyakarta : Andi Offset. Brown, Carol V., dan Bostrom, Robert P. (Spring:1994). “Organization Designs for the Management of End-User Computing: Reexamining the Contingencies.” Journal of Management Information System. Cale, Edward G., Jr., dan Kanter, Jerry. (Number 1: 1998). “Aligning Information Systems and Business Strategy : A Case Study”. Journal of Information Technology Management. Mirani, Rajesh, dan King, William R. 1994. “The Development of a Measure for End – User Computing Support,” Decision Sciences. Moekijat, 1988, Sistem Informasi Manajemen, Bandung : CV Remaja Karya. Raymond McLeod, Jr. dan George Schell. 2004. Sistem Informasi Manajemen (terjemahan). Jakarta: PT Indeks Siagian, S.P, 1984, Sistem Informasi untuk Pengambilan Keputusan, Jakarta : Gunung Agung. Wahyudi Kumorotomo dan Subando Agus Martono, 2001, Sistem Informasi Manajemen, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Yoder, D. 1964. Handbook of Personnel Management and Labour Relation, New York: Long Man. Yogiyantoro HM, 1990, Analisis dan Desain Sistem Informasi : Pendekatan Terstruktur, Yogyakarta : Andi Offset. _____, 2000, Sistem Informasi Berbasis Komputer : Konsep Dasar dan Komponen, Edisi Ketiga, Yogyakarta : BPFE Yoon, Younghoc. (Spring : 1999). “Discovering Knowledge in Corporate Databases.” Information Systems Management. BIODATA : Saliman, lahir di Kutasari, Purbalingga, 3 Agustus 1966 adalah Lektor Kepala pada Program Studi Pendidikan Administrasi Perkantoran, Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi, Universitas Negeri Yogyakarta.

Rabu, 08 Juli 2020

Perancangan Halaman Web

Disini Saya akan mengembangkan menu hubungi kami. Dimenu hubungi kami ini akan terdapat kontak yang dapat dihubungin jikalau Ada kesulitan pada saat mengakses web ini.

Selasa, 07 Juli 2020

SISTEM INFORMASI KOMPUTER OTOMATISASI PERKANTORAN DAN SISTEM PAKAR


Pengertian Sistem Informasi Berbasis Computer (CBIS)

Computer Based Information System (CBIS) atau Sistem Informasi Berbasis Komputer merupakan suatu sistem pengolah data menjadi sebuah informasi yang berkualitas dan dipergunakan untuk suatu alat bantu Sistem Informasi “berbasis komputer” mengandung arti bahwa komputer memainkan peranan penting dalam sebuah sistem pembangkit informasi. Dengan integrasi yang dimiliki antar subsistemnya, sistem informasi akan mampu menyediakan informasi yang berkualitas, tepat, cepat dan akurat sesuai dengan manajemen yang membutuhkannya.
Sistem Informasi Berbasis Komputer atau Computer Based Information System (CBIS) merupakan sistem pengolahan suatu data menjadi sebuah informasi yang berkualitas dan dapat dipergunakan sebagai alat bantu yang mendukung pengambilan keputusan, koordinasi dan kendali serta visualisasi dan analisis.

Pengertian Otomatisasi Komputer

Otomatisasi kantor merupakan penggunaan alat elektronik yang digunakan untuk memudahkan komunikasi formal dan informal terutama yang berkaitan dengan komunikasi informasi dengan orang-orang didalam dan diluar perusahaan. O’Brien ( 1996 ) mendefinisikan otomatisasi kantor sebagai sistem informasi berbasis telekomunikasi yang mengumpulkan, memproses, menyimpan dan mendistribusikan pesan-pesan, dokumen-dokumen dan komunikasi elektronik lainnya diantara individual, grup-grup kerja dan organisasi Otomatisasi perkantoran berawal dari tahun 1960, ketika IBM menciptakan istilah word-processing untuk menjelaskan kegiatan devisi mesin TIK listriknya. Pada tahun 1964, ketika IBM memasarkan mesin yang disebut Magnetic Tape/Selectric Typewriter (MT/ST) yaitu mesin ketik yang dapat mengetik kata-kata yang telah direkam dalam pita magnetik secara otomatis. Kata "Otomatisasi" memiliki pengertian penggunaan mesin untuk menjalankan tugas fisik yang biasa dilakukan oleh manusia. Otomatisasi kantor biasanya dikenal dengan istilah Office Automation atau OA.

Tujuan Otomatisasi Komputer

Otomatisasi Perkantoran, OA atau Office Automation bertujuan untuk meningkatkan produktivitas kerja melalui :

  1. Meminimalkan pengeluaran pada biaya, munculnya komputer dapat menghemat biaya dimana komputer dapat menggantikan dan meringankan tugas pekerja dari berat menjadi ringan
  2. Pemecahan masalah kelompok, otomatisasi kantor dapat memberikan kemampuan antara manajer untuk saling melakukan komunikasi dengan lebih baik dalam memecahkan masalah
  3. Pelengkap bukan pengganti, dalam hal ini tidak akan menggantikan semua komunikasi interpersonal tradisional, seperti percakapan tatap muka, percakapan telepon, pesan tertulis pada memo, dan sejenisnya. Pelengkap informasi ini digunakan agar dapat lebih baik dalam berkomunikasi.
  4. Meningkatkan produktivitas dan efektivitas pekerjaan.
  5. Peningkatan komunikasi dapat menghasilkan keputusan yang lebih baik dan lebih cepat 
Manfaat Otomatisasi Komputer
Manfaat yang dapat diperoleh perusahaan dalam pemanfaatan sistem otomatisasi perkantoran, diantaranya :
  1. Otomatisasi perkantoran membuat informasi menjadi lebih murah dan mudah digunakan, dipindahkan, dan dirawat.
  2. Dapat meletakkan landasan yang kuat untuk integrasi informasi sehinggga perusahaan mampu berkompetisi lebih baik.
  3. Komputer tidak menggantikan pekerja saat ini, komputer mampu menunda penambahan pegawai yang diperlukan untuk menangani beban kerja yang bertambah. 
  4. Pemecahan masalah kelompok/tim
Fasilitas dalam Otomatisasi Komputer 
  1. Dilihat dari tenaga penggeraknya ; Mesin manual ialah mesin-mesin yang digerakkan oleh tenanga manusia Mesin listrik (elektrik)
  2. Dilihat dari cara kerja dan komponen mesinnya ; Mesin mekanik yaitu mesin-mesin yang rangkaian komponennya tampak bergerak dalam operasinya.
  3. Dilihat dari fungsinya dalam berbagai pekerjaan kantor ; Mesin-mesin untuk mencatat bahan keterangan, diantaranya adalah mesin tulis, mesin dikte,mesin penomor, dan asalah pensil
Peranan otomatisasi perkantoran dalam pemecahan suatu masalah 
• Jenis Organisasi, yaitu seorang manajer diperusahaan dengan satu lokasi tidak akan mempertimbangkan konferensi audio dan video. 
• Pilihan pribadi, manajer yang memilih komunikasi tatap muka tertarik pada konferensi video dan memanfaatkan kalender elektronik. 
• Sumber daya OA yang tersedia paduan manajer dibatasi oleh sumber oleh sumber daya OA yang tersedia dalam perusahaan.

Pengguna Otomatisasi Komputer
Otomatisasi Kantor digunakan oleh semua orang yang bekerja di dalam kantor. Pada dasarnya terdapat 4 kategori pengguna Otomatisasi Kantor, yaitu :
  1. manajer
  2. profesional
  3. sekretaris
  4. pegawai administratif
Tahap-tahap Penerapan Otomatisasi Kantor Dalam penerapan otomatisasi kantor, ada beberapa tahap yang penting untuk diperhatikan yaitu Tradisional,Transisional, dan Transformasional

 Cara Menerapkan (Virtual Office) 
a. Menyediakan sumber daya komputer 
b. Menyediakan sarana akses ke sumber daya informasi 
c. Menyediakan perlengkapan non komputer 
d. Menyiapkan sarana telepon yang dapat dialihkan 
e. Menyediakan kelengkapan untuk panggilan konferensi 
f. Membuat jadwal pertemuan reguler g. Melaksanakan urutan-urutan pekerjaan secara teratur

Manfaat Menerapkan Kantor Virtual dalam Bisnis Penerapan kantor virtual dalam dunia bisnis memiliki beberapa manfaat yaitu sebagai berikut : 
a. Lebih fleksibel 
b. Hemat biaya 
c. Banyak pilihan pekerjaan 
d. Penghasilan tak terbatas 
e. Banyak mempunyai waktu luang dengan keluarga

Keuntungan dari kantor virtual :
a. Pengurangan biaya fasilitas 
b. Pengurangan biaya peralatan 
c. Jaringan komunikasi formal 
d. Pengurangan penghentian kerja 
e. Kontribusi sosial 

Kerugian dari kantor virtual : 
a. Rasa tidak memiliki 
b. Takut kehilangan pekerjaan 
c. Semangat kerja yang rendah
d. Ketegangan keluarga

Jenis-jenis Aplikasi Otomatisasi Kantor
Perkantoran merupakan kegiatan yang berhubungan dengan pelayanan dalam perolehan,pencatatan, penyimpanan, penganalisaan, dan pengkomunikasian informasi. Berikut ini adalah jenis-jenis aplikasi otomatisasi perkantoran yang dapat digunakan :
1. Pengolahan Kata (Word Processing)
2. Surat Elektronik (Electronic Mail/E-mail) 
3. Voice Mail
4. Kalender Elektronik (Electronic Calendaring)
5. Konferensi Audio (Audio Conferencing)
6. Konferensi Video

Sistem Pakar
Konsep sistem pakar adalah menirukan metodologi dan kinerja seorang manusia yang ahli dalam bidang atau domain tertentu yang spesifik.(Setiawan, 1993). Sistem pakar adalah program pemberian nasehat (advice giving) atau program konsultasi yang mengandung pengetahuan dan pengalaman yang dimasuki oleh satu atau banyak pakar kedalam satu domain pengetahuan tertentu. Agar setiap orang biasa memanfaatkannya untuk memecahkan suatu masalah. (Suparman,1991). 
Kelebihan yang diperoleh dari sistem pakar yaitu: 
• Memungkinkan orang awam bisa melakukan pekerjaan seorang pakar.
• Meningkatkan produktivitas kerja dengan jalan meningkatkan efisiensi pekerjaan. 
• Menghemat waktu dalam menyelesaikan pekerjaan atau masalah yang kompleks. 
• Menyederhanakan beberapa operasi. 
• Pengolahan berulang-ulang secara otomatis. 
• Tersedianya pengetahuan pakar bagi masyarakat luas
kelemahan sistem pakar yaitu:
• Pengembangan sistem pakar sangat sulit, seorang pakar yang baik sulit diperoleh. Memedatkan pengeahuan seorang pakar dan mengalihkannya menjadi sebuah program merupakan pekerjaan yang melelahkan dan memerlukan biaya yang besar. 
• Sistem pakar sangat mahal untuk mengembangkan, mencoba dan mengirimkannya ke pemakai terakhir memerlukan biaya tinggi. 
• Hampir semua sistem pakar (expert system) masih harus dapatdimplementasikan dalam komputer besar, sistem pakar yang dijalankan pada komputer pribadi tergolong sistem apkar kecil dan kurang canggih.
• Sistem pakar tidak 100 % menguntungkan karena produk seseorang tidak ada yang sempurna dan tidak selalu benar, oleh karena itu perlu dikaji ulang secara teliti sebelum digunakan.

Tahapan-tahapan pengembangan sistem pakar antara lain:
• Identifikasi, Merupakan tahap penentuan hal-hal yang penting sebagai dasar dari permasalahan yang akan dianalisis.
• Konseptualitas, Hasil identifikasi masalah, dikonseptualisasikan dalam bentuk relasi antar data, hubungan antar pengetahuan dan konsep-konsep penting dan ideal yang akan diterapkan. 
• Formalisasi, Konsep-konsep dari konseptualisasi diimplementasikan secara formal dalam tahap formalisasi. 
• Implementasi, Apabila pengetahuan sudah diformalisasikan secara lengkap maka tahap implementasi dapat dimulai dengan membuat garis besar masalah kemudian memecahkan masalah kedalam modul-modul. 
• Evaluasi, Tahap ini merupakan tahap pengujian terhadap sistem pakar yang telah dibangun dan untuk menemukan kesalahan-kesalahan yang masih ada. 
• Pengembangan sistem, Fungsi dari pengembangan sistem adalah agar sistem yang dibangun tidak menjadi usang dan investasi tidak sia-sia. Hal pengembangan sistem yang paling berguna adalah proses dokumentasi sistem dimana didalamnya tersimpan semua hal penting yang menjadi tolak ukur pengembangan sistem di masa mendatang.

Ada 4 bentuk sistem pakar, yaitu :
• Berdiri sendiri. Sistem pakar jenis ini merupakan software yang berdirisendiri tidak tergantung dengan software yang lainnya. 
• Sistem pakar jenis ini merupakan bagian program yang terkandung didalam suatu algoritma (konvensional), atau merupakanprogram dimana didalamnya memanggil algoritma subrutin lain(konvensional). 
• Menghubungkan ke software lain . Bentuk ini biasanya merupakan systempakar yang menghubungkan ke suatu paket program tertentu, misalnya
• Sistem Mengabdi. Sistem pakar merupakan bagian dari komputer khususyang dihubungkan dengan suatu fungsi tertentu. Misalnya sistem pakar yang digunakan untuk membantu menganalisis data radar

Contoh beberapa sistem pakar
XSEL, MYCIN , PROSPECTOR.

Model konseptual sistem pakar yang paling umum  bahwa terdapat 4 buah komponen penting, yakni :
• Basis pengetahuan merupakan komponen yang berisi pengetahuanpengetahuan yang berasal dari pakar. Berisi sekumpulan fakta (fact) dan aturan (rule). Fakta berupa situasi masalah dan teori tentang area masalah. Aturan adalah suatu arahan yang menggunakan pengetahuan untuk memecahkan masalah pada bidang tertentu. 
• Mesin inferensi adalah komponen yang menjadi otak sistem pakar. Bagian inilah yang berfungsi melakukan penalaran dan pengambilan kesimpulan. 
• Fasilitas penjelas merupakan komponen yang berfungsi untuk memberikan penjelasan kepada pemakai yang memintanya. Jenis pertanyaan yang dapat ditangani biasanya berupa “Mengapa” dan “Bagaimana”. Tidak semua sistem pakar menyediakan bagian ini. Contoh berikut mem-berikan gambaran tentang penjelasan oleh sistem pakar. 
• Antarmuka pemakai merupakai bagian yang menjembatani antara sistem dan pemakai. Melalui bagian inilah pemakai berkomunikasi dengan sistem. 

contoh sistem yang termasuk otomasi perkantoran yaitu melakukan meeting menggunakan aplikasi video call 

Rabu, 01 Juli 2020

jurnal internasional tentang teknologi sistem pendukung keputusan

jurnal internasional tentang teknologi sistem pendukung keputusan

Meneliti Implikasi Proses dan Pilihan untuk Efektivitas Pengambilan Keputusan Strategis

ABSTRAK
Sebagian besar pendekatan pengambilan keputusan strategis (SDM) menganjurkan pentingnya proses pengambilan keputusan dan pilihan respons untuk memperoleh hasil yang efektif. Teknologi sistem pendukung pengambilan keputusan (DMSS) modern sering juga diperlukan untuk SDM yang kompleks, dengan penelitian terbaru menyerukan pendekatan DMSS yang lebih integratif. Namun, para cendekiawan cenderung mengambil pendekatan terpecah dan tidak setuju pada apakah proses pengambilan keputusan yang rasional atau politis menghasilkan hasil keputusan yang lebih efektif. Dalam studi ini, penulis memeriksa masalah ini dengan terlebih dahulu mengeksplorasi beberapa argumen teoretis yang bersaing untuk hubungan efektivitas proses-pilihan, dan kemudian menguji hubungan ini secara empiris menggunakan data dari latihan pelatihan respons krisis menggunakan DMSS berbasis agen yang cerdas. Berbeda dengan penelitian sebelumnya, temuan menunjukkan bahwa proses pengambilan keputusan rasional tidak efektif dalam konteks krisis, dan bahwa proses pengambilan keputusan politik dapat memengaruhi secara negatif baik pilihan respons maupun efektivitas keputusan. Hasil ini menawarkan bukti empiris untuk mengkonfirmasi argumen yang sebelumnya tidak didukung bahwa pilihan respons adalah faktor mediasi penting antara proses pengambilan keputusan dan efektivitasnya. Para penulis menyimpulkan dengan diskusi tentang implikasi dari temuan ini dan penerapan teknologi DMSS simulasi berbasis agen untuk penelitian dan praktik akademik.

PENGANTAR
Pengambilan keputusan strategis (SDM) melibatkan metode dan praktik yang digunakan organisasi untuk menafsirkan peluang dan ancaman di lingkungan dan kemudian membuat keputusan respons (Shrivastava & Grant, 1985). Teknologi modern sistem pengambilan keputusan (DMSS) sering juga diperlukan untuk SDM yang kompleks, dengan penelitian terbaru yang menyerukan pendekatan DMSS yang lebih integratif (Mora, Forgionne, Cervantes, Garido, Gupta, & Gelman, 2005; Phillips-Wren, Mora, Forgionne, & Gupta, 2009). Teknologi DMSS seperti ini menawarkan jenis platform teknologi penelitian yang kaya dan kuat dengan tingkat validitas eksternal dan internal yang tinggi serta keandalan yang diperlukan untuk dukungan keputusan terintegrasi.
Kondisi ketidakpastian di lingkungan yang sangat bergejolak (misalnya, respons krisis), pada dasarnya, semakin mempersulit proses SDM, dan dapat membatasi efektivitas pengambilan keputusan (Ramirez-Marquez & Farr, 2009). Yang menjadi masalah adalah anggapan perlunya kecepatan respon di mana logika menentukan bahwa keputusan yang memuaskan yang dibuat dengan cepat lebih unggul daripada keputusan yang optimal yang dibuat terlambat. Dua dari proses pengambilan keputusan yang paling umum diterima, dan banyak digunakan dalam konteks ini adalah perilaku politik dan rasionalitas prosedural (Fredrickson & Mitchell, 1984; Hart, 1992; Eisenhardt & Zbaracki, 1992; Dean & Sharfman, 1993; Hart & Banbury, 1994; Radner, 2000; Hough & White, 2003; Elbana & Child, 2007). Penelitian sebelumnya menganjurkan bahwa proses 'politik' akan lebih efektif dalam konteks ini, dan bahwa proses pengambilan keputusan 'rasional' akan kurang efektif di lingkungan yang tidak stabil (Fredrickson & Mitchell, 1984).
Penelitian selanjutnya mempertimbangkan efektivitas proses dalam lingkungan 'kecepatan tinggi' dan menganjurkan bahwa proses pengambilan keputusan yang rasional akan memungkinkan untuk respon yang lebih cepat dan akan lebih efektif daripada proses pengambilan keputusan politik dalam konteks ini (Bourgeois & Eisenhardt, 1988; Eisenhardt, 1989 ). Hart (1992) kemudian memperluas argumen ini untuk mengembangkan kerangka kerja untuk proses pengambilan keputusan yang melibatkan berbagai bentuk yang berasal dari basis politik atau rasional, dan juga berpendapat bahwa pendekatan 'rasional' harus berhubungan positif dengan efektivitas, sementara pendekatan yang lebih 'politis'.
Secara kolektif, literatur tentang efektivitas proses SDM ini di berbagai pengaturan bertentangan karena beberapa penelitian menunjukkan bahwa proses pengambilan keputusan rasional akan berhubungan positif dengan efektivitas (Bourgeois & Eisenhardt, 1988; Eisenhardt, 1989; Hart, 1992) dan proses pengambilan keputusan politik tidak akan efektif (Hart, 1992), sementara yang lain menyarankan untuk proses pengambilan keputusan politik dan melawan proses pengambilan keputusan yang rasional
 (Fredrickson & Mitchell, 1984). Dengan adanya konflik ini, dan fakta bahwa perbedaan-perbedaan ini sebagian besar tidak terselesaikan secara empiris, salah satu kontribusi dari penelitian ini adalah bahwa kami menguji implikasi efektif dari proses-proses SDM politis dan rasional. Dengan melakukan itu, kami menawarkan beberapa klarifikasi dan resolusi prediksi dan temuan yang bertentangan dari Fredrickson dan Mitchell (1984), Bourgeois dan Eisenhardt (1988), dan Hart (1992). Lebih lanjut, sementara kesimpulan peran mediasi untuk pilihan respon berteori dengan baik, itu juga sebagian besar belum diuji secara empiris dalam pekerjaan sebelumnya. Oleh karena itu, kontribusi lebih lanjut dari penelitian ini adalah bahwa kami juga berusaha untuk mempertimbangkan peran mediasi pilihan ini pada efektivitas keputusan.
Dalam penelitian ini kami membahas beberapa pertanyaan penelitian khusus: 1) Apakah variasi dalam proses pengambilan keputusan menghasilkan variasi dalam pilihan respons; 2) Apakah variasi dalam pilihan jawaban menghasilkan variasi dalam efektivitas keputusan; dan 3) Bisakah kita juga melacak efektivitas berbagai proses SDM yang dimediasi melalui pilihan respons tertentu? Karena manajemen dapat memengaruhi proses SDM, pertanyaan ketiga cenderung lebih menarik daripada pertanyaan kedua. Namun, jika kita hanya melihat hubungan langsung antara proses SDM dan efektivitas (mis., Dean & Sharfman, 1996), kita mungkin mengaitkan perbedaan dalam efektivitas dengan proses variasi ketika variasi ini tidak benar-benar mempengaruhi pilihan. Dengan demikian, kita perlu cukup membedakan proses SDM mana yang lebih efektif dalam situasi ini dan menghasilkan hasil yang paling efektif. Mengatasi pertanyaan-pertanyaan ini membantu untuk mengklarifikasi pengaruh proses dan pilihan yang terintegrasi pada efektivitas pengambilan keputusan strategis.
Makalah ini menghasilkan sebagai berikut:
1)Kami meninjau penelitian terkait pada SDM, dan teori tuas usia sebelumnya untuk mengembangkan hipotesis untuk model SDM proses-pilihan-efektivitas terintegrasi;
 2) Kami memeriksa model dan hipotesis melalui analisis empiris data dari latihan pelatihan penanganan krisis menggunakan teknologi sistem pendukung keputusan simulasi berbasis agen;
3) Kami menyajikan dan mendiskusikan hasil analisis kami dalam kaitannya dengan model dan hipotesis;
 4) Kami menyimpulkan dengan diskusi tentang temuan kami bersama dengan implikasi untuk praktisi dan penelitian akademik masa depan.

PENGEMBENGAN TEORI
Pekerjaan sebelumnya oleh Dean dan Sharfman (1993, 1996) menawarkan model pengambilan keputusan yang terintegrasi, untuk membingkai studi ini tentang efektivitas proses pilihan SDM. Pekerjaan mereka meneliti asumsi yang mendasari hubungan antara proses pengambilan keputusan, pilihan respons, dan efektivitas SDM. Model ini mengusulkan bahwa variasi dalam proses pengambilan keputusan (politik atau rasional) akan menghasilkan pilihan respons yang berbeda, yang menghasilkan variasi dalam efektivitas SDM. Namun, pengujian empiris model mereka terbatas pada hubungan antara proses pengambilan keputusan politik dan rasional dan variasi dalam efektivitas saja, tidak termasuk variabel pilihan respon menengah. kami memperluas dan memeriksa model Dean dan Sharfman (1996) untuk mengklarifikasi argumen yang bertentangan dalam literatur SDM sebelumnya. Kami melakukan ini dengan memeriksa model lengkap dengan memasukkan hubungan mediasi pilihan respons melalui aplikasi kami ke konteks pengambilan keputusan yang ekstrim (respons krisis). Pendekatan kami adalah sebagai berikut:
 1) Kami memperluas hubungan pengambilan keputusan strategis dan model efektifitas Dean and Sharfman (1996) dalam variasi proses, pilihan respons, dan efektifitas dengan memperluas model efektifitas mereka untuk memasukkan efek mediasi potensial dari pilihan antara; dan

2) Kami kemudian memeriksa argumen yang bersaing untuk efektivitas proses dalam konteks ini dari Fredrickson dan Mitchell (1984), Bourgeois dan Eisenhardt (1988), dan Hart (1992).
Dalam variasi model Dean dan Sharfman (1996) dalam proses pengambilan keputusan strategis (mis., Pendekatan politik atau Rasional) menghasilkan variasi dalam pilihan respons, menghasilkan variasi dalam keefektifan. Hasil efektivitas karena itu tergantung pada yang berikut:
1) Proses pengambilan keputusan strategis digunakan, dan 2) Pilihan strategi respons diterapkan. Untuk mengklarifikasi argumen dominan yang bertentangan dalam literatur untuk efektivitas proses di bawah ketidakpastian, serta menguji peran mediasi berteori pilihan, kami mengembangkan beberapa hipotesis garis-dasar untuk secara kasar konsisten dengan literatur sebelumnya.
Replicating Dean and Sharfman's (1996) model:
Hipotesis 1: Variasi dalam proses pengambilan keputusan strategis akan terkait dengan variasi
dalam efektivitas.
Meneliti sub elemen dari model Dean and Sharfman (1996) yang tersirat:
Hipotesis 2: Variasi dalam proses pengambilan keputusan strategis akan terkait dengan variasi dalam pilihan respons.
Hipotesis 3: Variasi dalam pilihan respons akan terkait dengan variasi dalam efektivitas.

Untuk menguji model lengkap seperti yang diusulkan oleh Dean dan Sharfman (1996), yang mengusulkan hubungan mediasi tetapi hanya meneliti hubungan langsung, kami membedakan antara efek langsung dari proses SDM pada efektivitas (H1) dan hubungan mediasi yang bertindak melalui pilihan respons. Sedangkan, model asli Dean dan Sharfman (1996) memiliki pilihan sebagai endogen untuk pengambilan keputusan strategis dan hubungan efektifitas, kami memodelkan pilihan respons sebagai langkah perantara dan menganggap ini sebagai perluasan dari strategi pengambilan keputusan dan hubungan efektivitas strategi. Karena itu kami menurunkan hipotesis 4 untuk menguji apakah pilihan respon memiliki efek mediasi dan langsung pada efektivitas keputusan.

Memeriksa model Dean and Sharfman (1996):
Hipotesis 4: Variasi dalam proses pengambilan keputusan strategis dan variasi dalam pilihan respons akan terkait dengan variasi dalam efektivitas.

Untuk memeriksa konflik dalam literatur tentang inkonsistensi di antara Fred-rickson dan Mitchell (1984) dan Bourgeois dan Eisenhardt (1988) proposisi untuk lingkungan yang tidak pasti dan berkecepatan tinggi, serta proposisi Hart (1992) untuk efektivitas berdasarkan jenis proses pengambilan keputusan, kami mengembangkan hipotesis 5a dan 5b:
Hipotesis 5a: Dalam lingkungan yang sangat bergejolak, proses pengambilan keputusan rasional harus berhubungan positif dengan efektivitas, sedangkan proses pengambilan keputusan politik tidak boleh memiliki hubungan positif dengan efektivitas (Bourgeois & Eisenhardt, 1988; Hart, 1992).
Hipotesis 5b: Dalam lingkungan yang sangat bergejolak, proses pengambilan keputusan yang rasional harus berhubungan negatif dengan efektivitas, sedangkan proses pengambilan keputusan politik harus memiliki hubungan positif dengan efektivitas (Fredrickson & Mitchell, 1984).

PERTIMBANGAN ANALITIS

Konteks Studi
Peristiwa krisis (mis., Bencana alam, terorisme, dll.) Adalah lingkungan yang ditandai oleh berbagai tingkat turbulensi dan ambiguitas (Komisi Nasional untuk Serangan Teroris, 2004). Sementara organisasi pemerintah berbeda dari yang ada di sektor swasta, penelitian di bidang manajemen tentang SDM mungkin berlaku untuk organisasi pemerintah yang berurusan dengan peristiwa krisis. Misalnya, tugas inti organisasi adalah menciptakan dan / atau memelihara kesesuaian antara kekuatan dan kemampuan internal organisasi dan tuntutan yang diberikan kepada mereka oleh lingkungan mereka. Organisasi pemerintah juga harus memanfaatkan sumber daya dan kemampuan unik di berbagai departemen dan tingkat pemerintahan untuk merespons tantangan di lingkungan mereka.
Demikian pula, tingkat turbulensi dan ambiguitas hadir dalam lembaga pemerintah lingkungan operasi juga dapat menjadi kontributor langsung terhadap kesulitan yang melekat pada SDM dalam konteks ini. Sifat tekanan lingkungan, kekeruhan, dan implikasi hasil menjadikan ini lingkungan operasi yang unik dan menantang. Pekerjaan terkait sebelumnya pada topik ini dari bidang lain termasuk pengembangan strategi pertahanan tanah air untuk Gedung Putih (USDHS, 2004), pemodelan wabah penyakit (Rvachev & Longini, 1985; Kuhr & Hauer, 2001; Kaplan, Craft, & Wein , 2002, 2003; Eubank, Guclu, Kumar, Marathe, Srinivasan, Toroczal, & Wang, 2004; Craft, Wein, & Wilkins, 2005). Penggunaan lebih lanjut telah mencakup banyak publikasi akademis, pemerintah, dan praktisi mengenai epidemiologi, respons terorisme, dan strategi pertahanan dan keamanan tanah air (Deutsch, 1963; Hoffman, 1981; Waugh & Sylves, 2002; Ramirez-Marquez & Farr, 2009).

DATA SAMPEL
Kami menguji model dan hipotesis kami menggunakan data yang dikumpulkan dari pendekatan multi-langkah yang terdiri dari percobaan (latihan pelatihan Departemen Keamanan Dalam Negeri AS yang disebut Respon Terukur (MR)) bersamaan dengan simulasi berbasis agen yang cerdas. Kami menggunakan data ini untuk menguji model Dean dan Sharfman (1996) yang diperluas dan hipotesis terkait untuk variasi dalam proses, pilihan, dan efektivitas SDM. Kami menggunakan pendekatan metodologis eksperimen eksperimental untuk melakukan ini. Pendekatan ini terdiri dari dua langkah: 1) Menggunakan instrumen survei yang divalidasi untuk mengumpulkan data tentang proses strategi dan pilihan dari percobaan laboratorium dengan praktisi yang sebenarnya dikelompokkan ke dalam beberapa tim tanggapan; dan 
2) Simulasi berbasis agen intelijen digunakan dalam latihan untuk menghasilkan data tentang efektivitas proses SDM kelompok dan pilihan respons. 
Kami menguji model kami dan hipotesisnya melalui analisis empiris dari sub sampel dari 268 pengamatan gabungan dari survei dan data simulasi yang dikumpulkan dari latihan. Latihan Respons Terukur. Latihan pelatihan MR Homeland Security terdiri dari sembilan tim agen manusia yang masing-masing terdiri dari tiga hingga lima orang (mewakili tanggung jawab fungsional aktual mereka dalam kebanyakan kasus) untuk memainkan peran Departemen Keamanan Dalam Negeri (DHS), Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan (DHHS), dan Transportasi (DT) di tingkat lokal, negara bagian, dan federal. Agen manusia ini beroperasi di lingkungan "Pusat Operasi Gabungan" di mana mereka dapat melaksanakan berbagai keputusan dan merespons secara interaktif terhadap perubahan dalam lingkungan yang disimulasikan selama latihan.
Model Simulasi. Latihan Pelatihan Respon yang Terukur memanfaatkan lingkungan sintetis sebagai teknologi sistem pendukung keputusan untuk latihan tersebut. Sistem ini menggunakan lingkungan simulasi komputer virtual dinamis untuk mensimulasikan wabah dan dispersi agen biologis pada kota menengah di Amerika Serikat. Wabah ini mempengaruhi puluhan ribu agen intelijen berbasis komputer. Agen-agen ini memperkirakan keragaman karakteristik perilaku dan demografi populasi model yang sebenarnya untuk kota. Selain itu, kami menggunakan data spesifik patogen dari Centers for Disease Control (CDC) dalam model simulasi untuk memastikan serangan terjadi secara realistis pada populasi virtual agen cerdas. Selanjutnya, aspek organisasi dari model simulasi menggabungkan data dari rencana respon DHS dan CDC yang sebenarnya. Oleh karena itu, skenario yang disimulasikan mereplikasi karakteristik sebenarnya dari serangan dunia nyata di mana proses pengambilan keputusan dan pilihan strategi tanggapan dapat secara signifikan mempengaruhi hasil dalam hal tingkat infeksi, penyebaran penyakit menular, tingkat kematian populasi, dan suasana hati publik.
Mengingat faktor-faktor ini, jenis-jenis teknologi sistem pendukung keputusan ini menawarkan lingkungan simulasi yang kaya dan dinamis, yang sebagian besar meredakan kekhawatiran umum yang sebelumnya terkait dengan penggunaan alat simulasi homegrown atau off-the-shelf simulasi sederhana dalam penelitian akademik (Linebarger et al., 2009; Mostashari & Sussman, 2009). Secara khusus, latihan pelatihan kami menggunakan ribuan keputusan peserta yang berbeda pada berbagai tim, secara level yang berganda, yang memengaruhi ribuan agen berbasis komputer yang merespons secara dinamis input partisipan kolektif, serta perilaku respons masing-masing agen terhadap input (Lihat Chaturvedi, Mehta, & Drnevich, 2005; Harton, Lin, Carroll, & Carley , 2007 untuk lebih detail tentang pemodelan simulasi). Selain itu, kriteria yang bertentangan mencegah peserta latihan dari "bermain" sistem dan mendorong beberapa langkah efektivitas. Dengan demikian jenis teknologi sistem pendukung keputusan ini menawarkan jenis platform teknologi penelitian yang kaya dan kuat dengan tingkat validitas eksternal dan internal yang tinggi serta keandalan yang diperlukan untuk dukungan keputusan terintegrasi (Liu et al., 2009; Linebarger et al., 2009 ; Mostashari & Sussman, 
2009).

Pengukuran
Variabel dependen. Variabel dependen dalam penelitian kami terdiri dari ukuran komposit terintegrasi untuk efektivitas keputusan. Pendekatan ini konsisten dengan penelitian terbaru yang mengadvokasi proses terintegrasi dan ukuran hasil untuk evaluasi sistem pendukung pengambilan keputusan (Mora et al., 2005; Phillips-Wren et al., 2009). Sementara tujuan keputusan adalah untuk menahan atau mengendalikan wabah dan meminimalkan kematian, kebutuhan untuk mempertahankan tingkat suasana hati yang dapat diterima mempersulit tujuan ini. Oleh karena itu para pembuat keputusan harus mempertimbangkan hasil dari pilihan keputusan mereka dalam hal mengandung wabah dan dampak pada suasana hati publik. Kami mewakili implikasi efektivitas ini melalui variabel dependen terintegrasi dalam model, yang terdiri dari ukuran efektivitas keputusan komposit tertimbang standar dari total jumlah nyawa yang diselamatkan (disebut "TLS") dan peningkatan mood publik (disebut "PMI"). ”), Untuk menangkap trade-off dalam pengambilan keputusan. Kami melabeli efektivitas keputusan variabel tidak tetap ini (disebut "DE"). Kami membangun ukuran untuk efektivitas keputusan melalui membandingkan hasil simulasi yang dihasilkan selama latihan, dengan langkah-langkah garis dasar dari simulasi yang dihasilkan dalam kondisi tanpa intervensi setelah menghitung TLS dan PMI. Secara khusus, kami mengukur efektivitas responden sebagai perbedaan antara kinerja mereka dan skenario terburuk (tidak ada tanggapan). Kami kemudian membangun ukuran kami untuk efektivitas keputusan (DE) dari komposit tertimbang (berdasarkan bias responden terhadap masalah kesehatan atau politik) dari nilai-nilai standar dari tindakan TLS dan PMI. Kami melakukan ini untuk menangkap trade-off dalam pengambilan keputusan yang melekat dalam tanggapan terhadap bio-terorisme (penanggulangan wabah versus mood publik). Bobot untuk ukuran komposit ditentukan melalui langkah-langkah survei, yang meminta para peserta prioritas pengambilan keputusan dalam hal pertimbangan masalah kesehatan dan politik dalam proses pengambilan keputusan. Kami mengukur masalah ini relatif terhadap tim dan level pembuat keputusan, dan mempertimbangkan pentingnya nilai standar masing-masing dari TLS dan PMI untuk menentukan nilai untuk ukuran efektivitas pengambilan keputusan (DE) relatif terhadap setiap level.
Variabel independen. Variabel independen dalam penelitian kami terdiri dari proses pengambilan keputusan strategis, dan pilihan strategi karantina. Variabel proses strategi terdiri dari ukuran proses pengambilan keputusan yang dirancang untuk membedakan rasio prosedural (disebut "PR") dan perilaku politik (disebut "PB") proses keputusan. Kami mengukur variabel-variabel ini melalui pertanyaan pada instrumen survei yang didasarkan pada pertanyaan asli Dean dan Sharfman (1993, 1996) yang memanfaatkan pendekatan mereka (diukur melalui beberapa pertanyaan tervalidasi pada instrumen survei menggunakan skala Likert, lihat lampiran dan Dean dan Sharfman 1993 dan 1996 untuk perincian lebih lanjut). Pilihan respons dalam latihan terdiri dari opsi untuk strategi karantina. Pilihan respons strategi karantina termasuk tidak ada karantina (disebut "NQ"), pendekatan karantina pasif berdasarkan blok kota (disebut "CBQ"), dan mengerahkan militer untuk pendekatan karantina yang lebih ekstrem (disebut "EQ"). Kami mengukur pilihan respons ini sebagai input keputusan untuk simulasi tentang langkah-langkah untuk pilihan respons strategi karantina (disebut "SC"). Kami mengkode variabel-variabel ini dari data input simulasi pada lima titik skala Likert, yang berkisar dari paling ketat (1) hingga paling ketat (5). Kami mengumpulkan langkah-langkah survei melalui instrumen kertas yang diberikan pada lima periode waktu yang sama sebelum, selama, dan setelah lima putaran latihan. Variabel kontrol. Variabel kontrol dalam penelitian kami mencakup langkah-langkah untuk mengendalikan potensi tingkat pemerintah dan afiliasinya di departemen, serta kecenderungan peserta sebelumnya terhadap masalah kesehatan dan politik. Kami menyertakan variabel kontrol ini jika ada kesamaan dalam proses SDM atau preferensi pilihan tanggapan yang mungkin ada di antara tingkat pemerintah tertentu atau di antara lembaga pemerintah tertentu. Kami lebih lanjut mengontrol untuk kepindahan peserta sebelumnya ke masalah kesehatan dan politik untuk memeriksa untuk melihat apakah faktor-faktor alternatif mungkin mendorong proses keputusan atau preferensi pilihan. Kami menggambarkan variabel yang digunakan dalam penelitian ini dan
langkah-langkah mereka pada Tabel 1.

PROSEDUR ANALITIS
Mengikuti pengkodean dan kompilasi data sampel kami, kami melakukan pemeriksaan untuk data yang hilang, validitas wajah, dan multikolinearitas. Pemeriksaan ini mengonfirmasi bahwa sampel tampak dapat digunakan dan bahwa data berada dalam parameter yang diharapkan. Lebih lanjut, pemeriksaan untuk multikolinear mengungkapkan beberapa korelasi kecil antar variabel, seperti yang kami harapkan, yang berhubungan dengan sifat variabel yang diteliti dan ukurannya. Kami mencantumkan statistik deskriptif dan korelasi langkah-langkah ini pada Tabel 2.
Selanjutnya, untuk menguji hipotesis kami, mengingat potensi autokorelasi dengan kumpulan data, kami menggunakan model campuran desain tindakan berulang. Karena ukuran variabel dependen kami berasal sebagai data kontinu dengan distribusi normal (yang kemudian kami distandarisasi sebelum analisis), kami melakukan analisis kami menggunakan prosedur MIXED dengan kontrol untuk kovarians di SAS. Karena beberapa variabel independen kami juga melibatkan ukuran skala likert, model linier campuran umum (mis., Prosedur NLMIXED atau GLIMMIX di SAS) juga dipertimbangkan (analisis tambahan)
dengan prosedur ini tidak mengungkapkan hasil yang sangat berbeda di antara prosedur). Prosedur campuran dalam SAS memungkinkan analisis tindakan berulang yang benar untuk mengatasi potensi autokorelasi. Dalam melakukan hal itu, kami menggunakan tingkat pemerintahan sebagai efek tetap yang memungkinkan kami menilai model dengan lebih ketat serta membandingkan tingkat kesesuaian antara model langsung dan yang dimediasi. Dalam melakukannya, setelah terlebih dahulu menguji variabel kontrol kami (model 1 dan 3), dalam model 4 kami menguji apakah efektivitas merupakan fungsi dari proses pengambilan keputusan strategis (Hipotesis 1). Selanjutnya, dalam model 2, kami menguji apakah pilihan respons adalah fungsi dari proses pengambilan keputusan strategis (Hipotesis 2), dan dalam model 5, apakah efektivitas adalah fungsi dari pilihan respons (Hipotesis 3). Setelah pengujian regresi untuk hipotesis ini, kami menggunakan hasil model untuk menguji peran langsung versus mediasi dari proses pengambilan keputusan pada pilihan dan efektivitas. Kami kemudian membuat perbandingan antara hubungan langsung proses pada efektivitas, dan pilihan pada efektivitas, dan hubungan proses mediasi, bekerja melalui pilihan, pada efektivitas keputusan. Melalui hipotesis 4 kami menguji model jalur penuh untuk menentukan apakah pilihan respons menyediakan hubungan mediasi antara proses dan efektivitas SDM, atau jika efek langsung proses SDM pada efektivitas cukup memadai tanpa hubungan mediasi. Akhirnya, kami berusaha untuk mengklarifikasi konflik dalam literatur sebelumnya mengenai harapan efektivitas proses SDM rasional atau politik dalam konteks kami saat ini. Kami memeriksa konflik ini melalui hipotesis 5a dan 5b. Kami memberikan ikhtisar hasil analisis ini pada Tabel 3, dan membahas hasil ini di bagian berikut.

HASIL DISKUSI
Secara keseluruhan, ketika kami menganalisis jalur langsung dari model penuh (Proses Efektivitas) terhadap jalur tidak langsung (Proses melalui Pilihan pada Efektivitas) kami mengamati bahwa efektivitas memang tampak memediasi proses melalui pilihan. Kami membahas hasil ini dalam rincian spesifik, sehubungan dengan hipotesis kami di bawah ini.

PENGUJIAN HIPOTESIS
Dalam Hipotesis 1, kami menguji apakah variasi dalam proses SDM berhubungan langsung dengan variasi dalam efektivitas. Kami mengamati dukungan untuk Hipotesis l dalam model 4; karena koefisien untuk perilaku politik negatif dan signifikan (lihat Tabel 3). Selanjutnya, dalam Hipotesis 2, kami memeriksa sub-elemen model dalam hal apakah variasi dalam proses SDM berkaitan dengan variasi dalam pilihan respons. Kami mengamati hanya dukungan marjinal untuk Hipotesis 2 dalam model 2, karena koefisien untuk perilaku politik negatif dan sedikit signifikan, sedangkan koefisien untuk rasionalitas prosedural positif dan sedikit signifikan (lihat Tabel 3). Lebih lanjut, dalam Hipotesis 3, kami memeriksa apakah pilihan jawaban signifikan dalam menjelaskan efektivitas. Kami gagal mengamati dukungan untuk hipotesis 3 dalam model 5, karena koefisien untuk pilihan respons strategis negatif dan tidak signifikan (lihat Tabel 3). Dalam Hipotesis 4 kami memeriksa jalur penuh (model 6), untuk menentukan apakah pilihan respon menyediakan hubungan mediasi antara proses SDM dan efektivitas, atau jika efek langsung dari proses SDM pada efektivitas (model 4) cukup tanpa memediasi hubungan. Kami mengamati dukungan parsial untuk Hipotesis 4 karena model 6 menunjukkan koefisien negatif untuk pilihan, serta koefisien negatif dan signifikan untuk perilaku politik. Selain itu, kami mengamati peningkatan goodness of fit dalam model 6, yang menawarkan beberapa dukungan tambahan untuk Hipotesis 4 di samping koefisien signifikansi sedikit untuk pilihan dalam model (lihat Tabel 3). Selanjutnya, untuk menguji secara efektif peran mediasi yang tampak dari pilihan respons pada hubungan antara proses SDM dan efektivitas, Baron dan Kenny (1986) menunjukkan bahwa untuk membangun mediasi, beberapa kondisi harus dipegang. Kondisi ini sesuai dengan menemukan hubungan yang signifikan dalam model 4, dan 6. sekutu hubungan yang signifikan dalam model ini, kami menyimpulkan bahwa pilihan respon memediasi hubungan antara proses SDM dan efektivitas. Selain itu, ketika kami menganalisis jalur langsung dan tidak langsung, jalur tidak langsung melalui pilihan respons signifikan dan kurang negatif untuk perilaku politik (lihat Gambar 1). Karena itu ketika pilihan respons menengahi hubungan, ini berarti bahwa pilihan respons memiliki peran dalam mempengaruhi efektivitas SDM. Temuan ini mendukung termasuk variabel pilihan respons dalam model dan tampaknya menawarkan perpanjangan, dan dukungan empiris untuk karya Dean dan Sharfman (1993, 1996).
Selanjutnya, melalui Hipotesis 5a dan 5b, kami berusaha untuk mengklarifikasi konflik dalam literatur sebelumnya mengenai harapan bersaing dari proses pengambilan keputusan rasional atau politik yang efektif dalam konteks kami saat ini. Dalam Hipotesis 5a kami berpendapat bahwa pengambilan keputusan rasional proses akan berhubungan positif dengan efektivitas SDM (Bourgeois & Eisenhardt, 1988), dan diharapkan efek non-positif untuk proses pengambilan keputusan politik (Hart, 1992). Dalam model 4, koefisien untuk rasio prosedural adalah positif, tetapi tidak signifikan, dan koefisien untuk perilaku politik negatif dan signifikan (lihat Tabel 3). Demikian juga, dalam model 6, koefisien untuk rasionalitas prosedural positif, tetapi tidak signifikan, dan koefisien untuk perilaku politik negatif dan signifikan. Lebih lanjut, dalam analisis jalur (Gambar 1), efektivitas perilaku politik yang direnungkan adalah signifikan, dan efek dari jalur yang dimediasi adalah positif bila dibandingkan dengan jalur langsung.
Dengan demikian, kami menyimpulkan bahwa kami gagal untuk mengamati dukungan untuk Hipotesis 5a. Oleh karena itu, hasil kami tampak konsisten dengan argumen Hart (1992) yang mengatakan perilaku politik tidak akan positif, sementara mereka tampaknya bertentangan dengan argumen Bourgeois dan Eisenhardt (1988), yang menganjurkan bahwa proses rasional akan menjadi positif dan signifikan. Dalam Hipotesis 5b kami berpendapat bahwa proses pengambilan keputusan yang rasional akan berhubungan negatif dengan efektivitas SDM, dan diharapkan efek positif untuk proses pengambilan keputusan politik (Frederickson & Mitchell, 1984). Namun, dalam model 4 dan 6, kami mengamati koefisien positif tetapi tidak signifikan untuk rasionalitas prosedural. Selanjutnya, kami juga mengamati koefisien negatif dan signifikan untuk perilaku politik dalam model 4 dan 6 (lihat Tabel 3). Oleh karena itu kami juga gagal untuk mengamati dukungan untuk Hipotesis 5b, yang bertentangan dengan argumen Frederickson dan Mitchell (1984) yang menganjurkan penggunaan proses tipe politik dalam konteks ini, dan bahwa proses pengambilan keputusan rasional akan memiliki hubungan negatif dengan efektivitas di lingkungan yang tidak stabil. 

KESIMPULAN
Dalam makalah ini kami menguji implikasi dari argumen yang bersaing untuk efektivitas proses pengambilan keputusan, dengan memasukkan peran mediasi berteori, tetapi kurang diteliti untuk pilihan respon, dalam konteks pengambilan keputusan sektor publik dalam kondisi ketidakpastian (mis., respons krisis). Dalam melakukannya, kami menggunakan teknologi DMSS untuk mengembangkan perpanjangan model keputusan sebelumnya (Dean & Sharfman, 1993, 1996) dengan hipotesis terkait untuk proses SDM, pilihan, dan efektivitas. Kami memeriksa model yang diperluas menggunakan data yang dikumpulkan melalui pendekatan eksperimen komputasi yang melibatkan eksperimen dengan pembuat keputusan aktual (pegawai pemerintah federal, negara bagian, dan lokal), dan sistem pendukung keputusan simulasi berbasis agen yang mapan dan tervalidasi (Chaturvedi et. al., 2005; Harrison et al., 2007).

Implikasi Penelitian
Salah satu implikasi penelitian dari penelitian ini melibatkan perluasan dan perluasan karya Dekan dan Sharfman (1993, 1996) serta klarifikasi prediksi yang bersaing untuk efektivitas proses SDM. Temuan kami tentang dukungan empiris untuk model Dean dan Sharfman (1996) yang diperluas menunjukkan bahwa pilihan respons mungkin memainkan peran mediasi penting dalam hubungan antara proses SDM dan efektivitas. Temuan ini penting karena jika kita hanya melihat efek dari proses keputusan pada efektivitas, seperti penelitian sebelumnya (Dean & Sharfman, 1993, 1996), kita mungkin menghubungkan perbedaan dalam efektivitas SDM dengan variasi proses yang tidak benar-benar mempengaruhi pilihan respons dan karenanya tidak secara langsung mendorong efektivitas. Kedua, pengembangan model Dean dan Sharfman (1996) untuk lingkungan yang kompleks dan bergejolak mengindikasikan penerapan model tersebut ke konteks ekstrem, di luar konteks yang lebih stabil di mana ia awalnya dikembangkan. Pengamatan ini menunjukkan dukungan lebih lanjut untuk kekokohan dan penerapan argumen dan model Dean dan Sharfman (1993, 1996).
Lebih lanjut, kami mengklarifikasi konflik yang belum terselesaikan dalam literatur tentang efektivitas proses SDM dalam lingkungan yang bergolak, menggemakan panggilan dalam penelitian terbaru untuk pendekatan DMSS yang lebih integratif (Mora et al., 2005; Phillips-Wren et al., 2009). Hasil analisis kami tampaknya mendukung Hart (1992) yang menganjurkan efek negatif dari proses perilaku politik dalam konteks tersebut. Namun, pengamatan kami bertentangan dengan karya Bourgeois dan Eisenhardt (1988), yang menganjurkan proses rasional, serta orang-orang dari Frederickson dan Mitchell (1984) yang menganjurkan proses tipe politik dalam konteks ini. Berdasarkan penelitian kami saat ini, sementara kami tidak dapat mengadvokasi manfaat dari memanfaatkan proses pengambilan keputusan yang rasional (Bourgeois & Eisenhardt, 1988), kami menyimpulkan bahwa proses pengambilan keputusan politik benar-benar tampak melemahkan efektivitas SDM (Hart, 1992). Temuan ini dapat memiliki implikasi manajerial yang menarik untuk praktik dalam respon krisis dan berpotensi konteks analog lainnya.

Implikasi Manajerial

Dalam hal implikasi manajerial, kami berusaha untuk membedakan pilihan respons mana yang paling efektif dalam konteks ini dan proses pengambilan keputusan mana yang menghasilkan respons yang lebih efektif. Mengingat sifat kritis pengambilan keputusan di bawah ketidakpastian yang tinggi dan risiko dalam konteks kami, kami memendam kekhawatiran bahwa saat ini mengamati proses SDM dalam praktiknya (seringkali politis) mungkin kurang optimal dan bahkan merusak keefektifan. Sebagai contoh, kami berharap bahwa tindakan karantina menjadi lebih membatasi, kita akan menyelamatkan lebih banyak nyawa, tetapi bahwa kita akan memengaruhi suasana hati publik sehingga pembuat keputusan akan ragu untuk membuat pilihan ini. Namun, kami menemukan bahwa dalam konteks dan durasi latihan ini, tindakan karantina yang lebih ketat sebenarnya dapat mempengaruhi baik jumlah total nyawa yang diselamatkan maupun suasana hati publik. Pemeriksaan lebih lanjut dari temuan ini mengungkapkan bahwa pengamatan ini mungkin disebabkan oleh efek lokal jangka pendek dari strategi karantina agresif, yang sangat ketat, dan mungkin berpotensi membatasi subyek sehat ke area yang terkontaminasi sehingga menjadikan mereka terinfeksi. Dalam jangka pendek, ini akan mengurangi jumlah nyawa yang diselamatkan dan suasana hati publik dibandingkan dengan strategi karantina yang kurang ketat. Namun, dalam jangka waktu yang lebih lama, strategi karantina yang sangat restriktif secara teoritis masih harus lebih efektif daripada yang kurang restriktif dalam hal total nyawa yang diselamatkan di tingkat negara bagian dan nasional, karena strategi tersebut harus membantu mencegah peristiwa lokal menjadi epidemi yang meluas. Akhirnya, pengamatan ini memberikan wawasan tentang kompleksitas SDM dalam konteks ini, dalam hal ini mungkin penting untuk menerapkan tanggapan skrining dan evakuasi, dalam hubungannya dengan respon karantina, untuk mencoba mengurangi dampak buruk dari strategi quar-antine kepada subyek sehat dalam zona penahanan.

Keterbatasan dan Penelitian Masa Depan
Keterbatasan. Penelitian ini tunduk pada sejumlah keterbatasan potensial, yang harus dipertimbangkan ketika menafsirkan temuan dan pengamatan kami. Keterbatasan potensial pertama adalah ukuran sampel (268 pengamatan dari satu percobaan). Penelitian di masa depan pada konstruksi ini dan hubungan mereka dalam konteks ini mungkin ingin memanfaatkan sampel yang lebih besar selama periode waktu yang lebih lama. Kedua, mengingat perlunya mempertahankan realisme dari latihan pelatihan keamanan tanah air dan untuk memanfaatkan pembuat keputusan dalam peran kehidupan nyata mereka, kami tidak dapat secara acak menugaskan kelompok perawatan kami. Ketiga, sementara kami berusaha untuk mengontrol disposisi sebelumnya dari peserta percobaan terhadap masalah politik atau kesehatan, itu masih mungkin bahwa faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi proses SDM, pilihan respons, dan efektivitasnya. Keempat, ada juga kemungkinan penjelasan alternatif lain untuk pengamatan penelitian ini, yang juga bisa menjadi penjelasan yang masuk akal untuk beberapa hasil. Penemuan masa depan. Studi ini menimbulkan beberapa pertanyaan penting yang mungkin memiliki banyak implikasi untuk penelitian di bidang manajemen dan kebijakan publik. Beberapa dari pertanyaan ini adalah: Bagaimana proses politik tidak disarankan, dan bagaimana kita dapat mengurangi dampaknya yang merugikan; dan sampai sejauh mana kecenderungan terhadap proses pengambilan keputusan memengaruhi pilihan respons dan / atau efektivitas SDM? Secara khusus, kami menyarankan penelitian lebih lanjut mengenai dampak proses pengambilan keputusan, dan peran mediasi dari pilihan respons, baik dalam pengaturan sektor publik maupun swasta di bawah kondisi risiko tinggi dan ketidakpastian.

KESIMPULAN
Melalui tulisan ini, kami menunjukkan pentingnya pilihan respons sebagai faktor mediasi dalam proses SDM - hubungan efektivitas. Selanjutnya, kami telah menggambarkan bahwa teori, model, dan metode yang dikembangkan melalui penelitian di bidang manajemen dapat berlaku untuk konteks lain yang lebih bergejolak seperti respons krisis sektor publik (Hoffman, 1981; Green & Kolesar, 2004). Kami berharap pekerjaan kami dapat memberikan beberapa motivasi untuk penelitian lebih lanjut tentang efektivitas SDM serta penerapan penelitian manajemen dan model untuk pengaturan yang tidak konvensional seperti terorisme dan respons krisis.
Dalam hal proses SDM mana yang tampak paling efektif, kami menyimpulkan bahwa secara keseluruhan, sementara kami gagal menemukan dukungan untuk proses pengambilan keputusan yang rasional, efek dari pendekatan politik secara signifikan lebih negatif terhadap efektivitas dalam konteks kami saat ini. Lebih lanjut, temuan utama bahwa pilihan respons dapat memediasi beberapa hubungan antara proses SDM dan efektivitas berpotensi cukup penting. Temuan ini menunjukkan bahwa proses itu sendiri mungkin tidak cukup untuk menjelaskan keefektifan, tetapi lebih merupakan efek majemuk dari proses pengambilan keputusan dan pilihan respons yang penting untuk efektivitas tanggapan. Kami berharap bahwa temuan ini dapat memberikan beberapa wawasan untuk penelitian dan praktik masa depan untuk meningkatkan efektivitas SDM, dan menunjukkan kegunaan teknologi DMSS untuk lingkungan seperti itu (Mora et al., 2005; Phillips-Wren et al., 2009; Ramirez- Marquez & Farr, 2009), sambil berharap secara penuh meningkatkan kemungkinan respons efektif terhadap peristiwa aktual.

PENGAKUAN
1) Penelitian ini sebagian didanai oleh hibah NSF DDDAS # CNS-0325846
2) Kami ingin mengucapkan terima kasih kepada mantan direktur DHS Negara Bagian Indiana Eric Dietz, Purdue Homeland Security Institute (PHSI) dan mantan direktur Tim Collins, dan staf Tejas Bhatt dan Chih-Hui Hsieh secara khusus atas bantuan mereka yang luas dengan pengumpulan, persiapan , dan analisis data simulasi dari latihan Respon Terukur.